STANDAR PROSES PENDIDIKAN

0

STANDAR PROSES PENDIDIKAN


1. Definisi standar, proses, pendidikan, dan Standar Proses Pendidikan
Standar dapat diartikan sebagai persyaratan yang biasanya berupa suatu ukuran yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis yang seragam. Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, yang mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Sedangkan pendidikan adalah segala usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jika ditinjau dari definisi diatas, maka standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Dasar hukum yang mengatur standar proses pendidikan terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
2. Komponen-komponen dalam Standar Proses Pendidikan
2.1 Perencanaan Proses Pembelajaran
2.1.1. Silabus
2.1.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Komponen RPP adalah:
a. Identitas mata pelajaran
b. Standar kompetensi
c. Kompetensi dasar
d. Indikator pencapaian kompetensi
e. Tujuan pembelajaran
f. Materi ajar
g. Alokasi waktu
h. Metode pembelajaran
i. Kegiatan pembelajaran
1) Pendahuluan
2) Inti
3) Penutup
j. Sumber belajar
k. Penilaian hasil belajar

2.2. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
2.2.1. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Berikut ini syarat-syarat terlaksananya suatu proses pembelajaran.
a. Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan be¬lajar adalah:
1) SD/MI : 28 peserta didik
2) SMP/MT : 32 peserta didik
3) SMA/MA : 32 peserta didik
4) SMK/MAK : 32 peserta didik.
b. Beban kerja minimal guru
1) beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pem¬belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksana¬kan tugas tambahan;
2) beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada 1) di atas adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
c. Buku teks pelajaran
1) buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh se¬kolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku¬buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;
2) rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;
3) selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku refe¬rensi dan sumber belajar lainnya;
4) guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di per¬pustakaan sekolah/madrasah.
d. Pengelolaan kelas
1) guru mengatur tempat duduk sesuai dengan ka¬rakteristik peserta didik dan mata pelajaran, sertaaktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;
2) volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik;
3) tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;
4) guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kece¬patan dan kemampuan belajar peserta didik;
5) guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dankeputusan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran;
6) guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung;
7) guru menghargai pendapat peserta didik;
8) guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;
9) pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya; dan
10) guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.¬
2.2.2. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
a. Pembelajaran Tatap Muka
b. Kegiatan Tutorial
c. Kegiatan Mandiri
2.3. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dalam bentuk tertulis atau lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

2.4. Pengawasan Proses Pembelajaran
2.4.1. Pemantauan
2.4.2. Supervisi
2.4.3. Evaluasi
2.4.4. Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
2.4.5. Tindak lanjut

SUPERVISI PENDIDIKAN

1

SUPERVISI PENDIDIKAN

A. Pengertian Supervisi Pendidikan

Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut :
1) Etimologi, Istilah supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.
2) Morfologis, Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata, yaitu Super berarti atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang mempunyai posisi di atas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang disupervisinya.
3) Semantik, Pada hakekatnya isi yang terkandung dalam definisi yang rumusannya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey merumuskan supervisi sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar.
Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki, yakni :
1) Kemampuan personal,
2) Kemampuan profesional
3) Kemampuan sosial (Depdiknas, 1982).
Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut, “serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor (Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula.“ Pembinaan profesional guru, yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.

B. Latar Belakang

Swearingen mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam dalam kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut :
1. Latar Belakang Kultural, Pendidikan berakar dari budaya arif lokal setempat.
2. Latar Belakang Filosofis, Suatu system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu bangsa.
3. Latar Belakang Psikologis, Secara psikologis supervisi itu berakar mendalam pada pengalaman manusia.
4. Latar Belakang Sosial, Seorang supervisor dalam melakukan tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama
5. Latar Belakang Sosiologis, Secara sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai.
6. Latar Belakang Pertumbuhan Jabatan, Supervisi bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru.
C. FUNGSI SUPERVISI PENDIDIKAN
1. Penelitian (research) → untuk memperoleh gambaran yang jelas dan objektif tentang suatu situasi pendidikan, yang meliputi :
• Perumusan topik
• Pengumpulan data
• Pengolahan data
• Konklusi hasil penelitian
2. Penilaian (evaluation) → lebih menekankan pada aspek positif daripada negatif.
3. Perbaikan (improvement) → dapat mengatahui bagaimana situasi pendidikan atau pengajaran pada umumnya dan situasi belajar mengajarnya.
4. Pembinaan → berupa bimbingan (guidance) ke arah pembinaan diri yang disupervisi.

D. JENIS-JENIS SUPERVISI PENDIDIKAN BERDASARKAN PROSESNYA
1. Koraktif : lebih mencari kesalahan.
2. Preventif : mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Konstruktif : membangun (dapat memperbiki jika terjadi kesalahan).
4. Kreatif : menekankan inisiatif dan kebebasan berfikir.
E. KETERAMPILAN-KETERAMPILAN SUPERVISOR PENDIDIKAN
1. Keterampilan dalam kepemimpinan (leadership)
2. Keterampilan dalam proses kelompok
3. Keterampilan dalam hubungan insani (human relation)
4. Keterampilan dalam administrasi personal
5. Keterampilan dalam evaluasi (evaluation)
F. TIPE-TIPE SUPERVISOR PENDIDIKAN
1. Otokratis : supervisor penentu segalanya.
2. Demokratis : mementingkan musyawarah mufakat dan bekerjasama atau gontong royong secara kekeluargaan.
3. manipulasi diplomatis : mengarahkan orang yang disupervisi untuk melaksanakan apa yang dikehendaki supervisor dengan cara musulihat.
4. laissez-faire : memberikan kebebasan dan keleluasan kepada orang yang disupervisi untuk melakukan apa yang dianggap mereka baik.
G. MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI SUPERVISI PENDIDIKAN
a. Perbedaan konsep inspeksi dan supervisi pendidikan.
1. perbedaan fungsi
→ inspeksi merupakan suatu jabatan (position) dalam suatu jawatan
→ supervisi merupakan suatu fungsi (funcition) untuk membina perbaikan suatu situasi
2. perbedaan prinsip
→ inspeksi dilaksanakan berdasarkan prinsip otokrasi/inspector, atau pengawas
→ supersvisi dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi yang dijiwai oleh fasafah pancasila
b. Perbedaan interpretasi terminologis.
c. Perbedaan aktualisasi fungsi sebagai administrator dan supervisor pendidikan.
→ administrator berfungsi mengatur agar segala sesuatu berjalan dengan baik.
→ supervisor berfungsi membina agar sesuatu itu berjalan secara lebih baik dan lebih lancar lagi (meningkatkan mutu) dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.
d. Perbedaan konsepsional tentang kepemimpinan dan kekuasaan.
→ kekuatan mendapat yang diberikan tidak disertai wewenang bertindak, sehingga bukan hanya sulit, ia juga tidak tau apa yang menjadi wewenangnya.

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKAN

0

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKAN

1) Pengertian
Menurut UU no 14 tahun 2005 (UU dosen dan Guru), Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Tenaga kependidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 dan pasal 39 adalah anggota masyarakt yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tenaga pendidikan bertugas melaksanakan pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenagan professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembibingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutam bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman. Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45).
2) Dimensi-dimensi Kompetensi Guru
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas(2004;9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar-mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar dan kemampuan melakukan penilaian..
Kompetensi Menyusun Rencana PembelajaranMenurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan:
(1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,
(2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,
(3) merencanakan pengelolaan kelas,
(4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan
(5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi
(1) mampu mendeskripsikan tujuan,
(2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi,
(4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran,
(5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran,
(6) mampu menyusun perangkat penilaian,
(7) mampu menentukan teknik penilaian, dan
(8) mampu mengalokasikan waktu.
a. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:
(1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran,
(2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran,
(3) berkomunikasi dengan siswa,
(4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan
(5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
b. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi
(1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,
(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda,
(3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid,
(4) mampu memeriksa jawab,
(5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian,
(6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian,
(7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,
(8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian,
(9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian,
(10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis,

(11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian,
(12) mengklasifikasi kemampuan siswa,
(13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian,
(14) mampu melaksanakan tindak lanjut,
(15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan
(16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.
Kompetensi Pribadi
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik.
Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Kompetensi Sosial
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.

BIMBINGAN KONSELING

A. Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Di Sekolah Dasar, kegiatan Bimbingan Konseling tidak diberikan oleh Guru Pembimbing secara khusus seperti di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Guru kelas harus menjalankan tugasnya secara menyeluruh, baik tugas menyampaikan semua materi pelajaran (kecuali Agama dan Penjaskes) dan memberikan layanan bimbingan konseling kepada semua siswa tanpa terkecuali. Ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) masalah perkembangan individu,
(2) masalah perbedaan individual,
(3) masalah kebutuhan individu,
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) masalah belajar.


B. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.

C. Tujuan Bimbingan dan Konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
b.Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.


D. Fungsi Bimbingan dan Konseling
 Fungsi Pemahaman
 Fungsi Preventif
 Fungsi Pengembangan
 Fungsi Penyembuhan
 Fungsi Penyaluran
 Fungsi Adaptasi
 Fungsi Penyesuaian
 Fungsi Perbaikan
 Fungsi Fasilitasi
 Fungsi Pemeliharaan
E. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli.
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling
6. dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.
F. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan
2. Asas kesukarelaan
3. Asas keterbukaan
4. Asas kegiatan
5. Asas kemandirian
6. Asas Kekinian
7. Asas Kedinamisan
8. Asas Keterpaduan
9. Asas Keharmonisan
10. Asas Keahlian
11. Asas Alih Tangan Kasus

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

0

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

Guru sebagai agen pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini peran guru terkait dengan peran siswa dalam belajar. Pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah peran tersebut sangat tinggi, karena ada gejala pada diri siswa malas belajar, membolos sekolah, menjawab hanya asal kena (clometan), senda gurau, menggunakan HP bila guru menjelaskan bahan-bahan yang sekiranya perlu difahami hal ini merupakan ketidaksadaran siswa tentang belajar.
Siswa dalam belajar memiliki bermacam-macam motivasi. Menurut Biggs dan Telfer motivasi tersebut adalah sebagai berikut: (1) motivasi instrumental; (2) motivasi social; (3) motivasi instriksik. dan (4) motivasi berprestasi. Motivasi instrumental maksudnya bahwa siswa belajar karena didorong adalah hadiah atau menghidari dari hukuman. Motivasi sosial maksudnya adalah siswa belajar penyelenggaraan tugas, berarti keterlibatan pada tugas menonjol. Motivasi instriksik maksudnya belajar karena keinginan dari diri sendiri. Motivasi instrumental dan motivasi social termasuk kondisi eksternal sedang motivasi instriksik dan motivasi berprestasi termasuk kondisi internal. Motivasi berprestasi dibedakan motivasi berprestasi tinggi dan motvasi berprestasi rendah. Siswa memiliki motivasi berprestasi dan motivasi instriksik diduga siswa akan berusaha belajar segiat mungkin.
Pada motivasi instriksik maka ditemukan sifat perilaku sebagai berikut: (1) siswa kualitas keterlibatnya dalam belajar sangat tinggi berarti guru tinggal memelihara semangat, (2) Perasaan dan keterlibatan ranah afektif tinggi; dalam hal ini guru memelihara keterlibatan belajar siswa. (3) motivasi ini sifatnya memelihara sendiri. Dengan demikian guru harus memeliharan keterlibatan siswa dalam belajar.
Guru harus benar-benar memahami motivasi belajar siswanya dan kemudian memberi motivasi yang tepat. Apabila siswa motivasi berprestasi tinggi, lebih berkeinginan meraih keberhasilan, lebih terlibat dalam tugas-tugas dan tidak menyukai kegagalan, maka dalam hal ini tugas guru menyalurkan semangat kerja keras, dan apabila siswa memiliki motivasi berprestasi rendah, yang pada umumnya lebih suka menghindari dari tugas, maka guru sebaiknya memberi motivasi yang lebih agar siswa tersebut sadar akan belajar dan diharapkan guru mampu berkreasi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.
Istilah guru pada saat ini mengalami penciutan makna. Guru adalah orang yang mengajar di sekolah. Orang yang bertindak seperti guru seandainya di berada di suatu lembaga kursus atau pelatihan tidak disebut guru, tetapi tutor atau pelatih. Padahal mereka itu tetap saja bertindak seperti guru. Mengajarkan hal-hal baru pada peserta didik.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena antara satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Mungkin kita masih ingat ketika masih duduk di kelas I SD, gurulah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia memegang satu persatu tangan siswanya dan membantu menulis secara benar. Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak bagai pembantu ketika ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang air besar di celana. Guru-lah yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau berkelahi dengan temannya, menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai :
1. Orang tua, yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2. Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3. Fasilitator, yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.
8. Mengembangkan kreativitas.
9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.
Demikian beberapa peran yang harus dijalani seorang guru dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh para siswanya.Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Guru Sebagai Pendidik
2. Guru Sebagai Pengajar
3. Guru Sebagai Pembimbing
4. Guru Sebagai Pelatih
5. Guru Sebagai Penasehat
6. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
7. Guru Sebagai Model dan Teladan
8. Guru Sebagai Pribadi
9. Guru Sebagai Peneliti
10. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
12. Guru Sebagai Pekerja Rutin
13. Guru Sebagai Pemindah Kemah
15. Guru Sebagai Aktor
16. Guru Sebagai Emansipator
17. Guru Sebagai Evaluator
18. Guru Sebagai Pengawet
19. Guru Sebagai Kulminator

PROFESI PENDIDIK dan TENAGA KEPENDIDIKAN

0

PROFESI PENDIDIK dan TENAGA KEPENDIDIKAN

1. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, pendidikan, keuangan, militer, dan teknik.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
2. Ciri Khas Profesi
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
2. Suatu teknik intelektual
3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas
komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8. Pengakuan sebagai profesi
9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10. Hubungan yang erat dengan profesi lain

3. Guru Sebagai Profesi
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenafa profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bhwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai ‘pengajar’ yang melakukan transfer of knowledge tetapi juga sebagai ‘pendidik’ yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai ‘pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks didalam proses belajar mengajar dalam uasahanya untuk mengantar anak didik ketaraf yang dicita-citakan. Guru menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan nasional. Utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal. Guru profesional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis, dan berakhlak. Guru profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak seperti membalik telapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan guru.
Menurut Disentein dan Levine (1981), Pendidik itu, yaitu :
1. Tidak berganti-ganti pekerjaan
2. Tidak semua orang dapat melakukannya
3. Mengggunakan hasil penelitian dan aplikasi
4. Mempunyai komitmen terhadap jabatan
5. Mempunyai asosiasi profesi
6. Mempunyai kode etik
7. Dipercaya public
8. Mempunyai status sosial ekonomi tinggi

Syarat-Syarat Profesi Keguruan adalah :
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
2. Jabatan yang menggeluti ilmu khusus
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang laman
4. Jabatan yang memerlukan latihan
5. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
6. Jabatan yang menentukan standarnya sendiri
7. Jabatan yang mementingkan layanan
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat

Perkembangan Profesi Keguruan ada 3, yaitu :
1. Guru diangkat tanpa mempunyai pendidikan keguruan
2. Guru diangkat dari sekolah guru
3. Tahun 1985 pengangkatan guru dibagi 5 macam

Kode Etik merupakan norma – norma yang harus ditaati. Penetapan Kode Etik ditentukan oleh Pemerintah.
Kode Etik Profesi Keguruan :
• Menurut UU No. 8 Tahun 1974 Pasal 28
• Menurut Pidato Pembukaan Kongres PGRI VIII
Tujuan Kode Etik, yaitu :
1. Meningkatkan harga diri suatu organisasi profesi
2. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi
3. Kesejahteraan para anggota
4. Menjaga dan memelihara
5. Menjunjungi tinggi martabat profesi
Organisasi Profesional Guru, meliputi :
a. PGRI
b. MGMP

Sikap Profesional Keguruan, yaitu :
a. Terhadap peraturan Perundang-undangan
b. Terhadap organisasi profesi
c. Terhadap teman sejawat
d. Terhadap anak didik
e. Terhadap tempat kerja
f. Terhadap pemimpin
g. Terhadap pekerjaan
Pengembangan sikap profesional dibagi 2, yaitu :
1. Pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan
2. Pengembangan sikap selama jabatan

UU GURU DAN DOSEN

0

UU GURU DAN DOSEN

Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :
a. Sistem pendidikan yang efektif, efisien.
b. Pendidikan Nasional yang merata dan bermutu.
c. Peran serta masyarakat dalam pendidikan.
d. Dll
Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasinya adalah
a. Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan.
b. Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.
c. Rendahnya mutu pendidikan.

UU GURU DAN DOSEN
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta.
Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.
Sekilas UU Guru dan Dosen : UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Enam indikator diatas belum diatur secara rinci, sehingga sangat sulit untuk mengharapkan profesionalitas guru-guru di Indonesia.
Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan, hal-hal tersebut adalah :
a. Standardisasi.
- Standardisasi penyelenggaraan pendidikan.
- Standardisasi kompetensi guru.
b. Kesejahteraan atau Tunjangan.
11 item Hak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru.
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.
c. Organisasi profesi dan dewan kehormatan.
d. Perlindungan.
Setiap guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan untuk guru meliputi :
1. Perlindungan hukum.
2. Perlindungan profesi.
3. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

0

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan disegala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
DEMOKRATISASI DAN DESENTRALISASI (OTONOMI DAERAH)
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis.
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan , nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, merupakan paradigma baru pendidikan, untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal. Hak ini bukan saja berkaitan dengan kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j), melainkan lebih memperjelas spesialisasi peserta didik, untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan terdekatnya, dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut.
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat tercipta secara otomatis. Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3). Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-tenaga terdidik, juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan kaliber dunia di Indonesia.
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, maka pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2). Dalam hal ini termasuk memfasilitasi dan/atau menyediakan pendidik dan/atau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik dan/atau guru untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a dan b). Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah, yang pengangkatan, penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)). Selain itu pemerintah (pusat) atau pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1), sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada rakyat, sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah.
PERAN SERTA MASYARAKAT
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25). Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah (pasal 56 ayat 3).
TANTANGAN GLOBALISASI
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia, maka sebagaimana dijelaskan di muka, harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik oleh pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3). Untuk itu perlu dibentuk suatu badan hukum pendidikan, sehingga semua penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan formal, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat, harus berbentuk badan hukum pendidikan (pasal 53 ayat 1). Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2). Badan hukum pendidikan yang akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu, harus berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3).
Dalam menghadapi globalisasi, maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi, yang diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3). Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi, maka pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas, sebagai paradigma baru pendidikan. Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2).
KESETARAAN DAN KESEIMBANGAN
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep kesetaraan, antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan “plat merah” atau “plat kuning”; semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem yang terpadu. Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama yang memiliki ciri khas tertentu. Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama (madrasah, dst.). Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2).
JALUR PENDIDIKAN
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur : sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur: formal, nonformal, dan informal – (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam Sisdiknas. Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga telah diberlakukan, namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, dan ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (pasal 14), dengan jenis pendidikan: umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus (pasal 15). Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16).
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jalur PendidikanJalur pendidikan terdiri atas:
1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.

Jalur Pendidikan Formal.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.

Jenis pendidikan mencakup:
1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.

Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk:
1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas:
1. pendidikan menengah umum, dan
2. pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk:
1. Sekolah Menengah Atas (SMA),
2. Madrasah Aliyah (MA),
3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengahyang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk:
1. akademi,
2. politeknik,
3. sekolah tinggi,
4. institut, atau
5. universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi:
1. pendidikan kecakapan hidup,
2. pendidikan anak usia dini,
3. pendidikan kepemudaan,
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. pendidikan keaksaraan,
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. pendidikan kesetaraan, serta
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
1. lembaga kursus,
2. lembaga pelatihan,
3. kelompok belajar,
4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:
1. Taman Kanak-kanak (TK),
2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:
1. Kelompok Bermain (KB),
2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk:
1. pendidikan diniyah,
2. pesantren,
3. pasraman,
4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber:
http://erik12127.wordpress.com/2008/05/10/paradigma-baru-pendidikan-nasional-dalam-undang-undang-sisdiknas-nomor-20-tahun-2003/
http://intl.feedfury.com/content/16330924-sistem-pendidikan-nasional.html