tag:blogger.com,1999:blog-15763594142117636642024-03-14T00:57:25.535-07:00it's my lifelia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.comBlogger19125tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-56496014014887695862010-05-28T23:06:00.001-07:002010-05-28T23:06:43.886-07:00STANDAR ISI dan STANDAR KOMPETENSI KELULUSANSTANDAR ISI dan STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN<br />
<br />
Standar Isi <br />
<br />
Permen No.22 tahun 2006 pasal 1 ayat 1 menyatakan: Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.<br />
Standar isi menurut UUSP no.20 tahun 2003 merupakan criteria minimal, batas, patokan, syarat yang harus dicapai dalam peningkatan mutu. Standar isi harus ditetapkan sebagai kriteria minimal saat menyusun perencanaan.<br />
Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur<br />
<br />
Standar Kompetensi Lulusan<br />
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Dalam Pasal 1 ayat 2: Standar Kompetensi Lulusan meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.<br />
Kompetensi adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan peserta didik setelah mengalami suatu proses pembelajaran. Standar Kompetensi adalah suatu ukuran kompetensi yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu proses dalam satuan pendidikan tertentu. Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. <br />
Manfaat utama SKL ini adalah:<br />
1) Sebagai batas kelulusan peserta didik pada setiap satuan pendidikan;<br />
2) Sebagai rujukan untuk penyusunan standar-standar pendidikan lainnya;<br />
3) Sebagai arah peningkatan kualitas pendidikan secara mendasar dan holistik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. <br />
<br />
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP)<br />
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) meliputi:<br />
1. SD/MI/SDLB/Paket A;<br />
2. SMP/MTs./SMPLB/Paket B;<br />
3. SMA/MA/SMALB/Paket C;<br />
4. SMK/MAK.<br />
Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) <br />
Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) dikembangkan berdasarkan tujuan dan kegiatan setiap kelompok mata pelajaran.<br />
<br />
Struktur Kurikulum Pendidikan<br />
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. <br />
Struktur Kurikulum Pendidikan Umum<br />
A. Struktur Kurikulum SD/MI<br />
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran (pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa indonesia, matematika, IPA, IPS, seni budaya), muatan lokal, dan pengembangan diri. <br />
<br />
B. Struktur Kurikulum SMP/MTs<br />
Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai dengan Kelas IX. SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran (tambah bahasa ingris dan TIK), muatan lokal, dan pengembangan diri .<br />
C. Struktur Kurikulum SMA/MA <br />
Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program: <br />
1. Program Ilmu Pengetahuan Alam, <br />
2. Program Ilmu Pengetahuan Sosial,<br />
3. Program Bahasa, dan <br />
4. Program Keagamaan, khusus untuk MA. <br />
Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. <br />
<br />
Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan<br />
Dalam Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan, pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. <br />
Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus<br />
Dalam Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus, struktur Kurikulum dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar kompetensi kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran. Peserta didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, <br />
1. Peserta didik berkelainan tanpa dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dan<br />
2. Peserta didik berkelainan dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata. <br />
Kurikulum Pendidikan Khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan lokal, program khusus, dan pengembangan diri. <br />
<br />
Beban Belajar<br />
Satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan program pendidikan dengan menggunakan sistem paket atau sistem kredit semester. Kedua sistem tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang bersangkutan. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut: <br />
a. SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit; <br />
b. SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit; <br />
c. SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit. <br />
<br />
Kalender Pendidikan<br />
Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. <br />
Penetapan Kalender Pendidikan <br />
a) Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya. <br />
b) Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus. <br />
c) Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan. <br />
Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-48472533679923755062010-05-28T23:03:00.001-07:002010-05-28T23:03:10.815-07:00STANDAR PEMBIAYAN PENDIDIKANSTANDAR PEMBIAYAN PENDIDIKAN<br />
<br />
<br />
Landasan Hukum<br />
<br />
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2.<br />
UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.<br />
Pada Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terdapat kerancuan antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang ruang lingkup standar pembiayaan.<br />
Standar pembiayaan diatur dalam Permendiknas no 41 tahun 2007.Di permendiknas ini di atur biaya minimum yang harus dikeluarkan untuk setiap satuan pendidikan dan juga setiap jalur pendidikanya.<br />
<br />
<br />
Standar Pembiayaan Pendidikan<br />
<br />
Standar biaya pendidikan adalah biaya minimum yang diperlukan sebuah satuan pendidikan agar dapat melaksanakan kegiatan pendidikan selama satu tahun.Biaya disini meliputi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Sistem pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah. <br />
Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan bidang politik pendidikan dan program pembiayaan pemerintah serta administrasi sekolah. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembiayaan sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost. Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik untuk pembiayaan semua sekolah karena kondisi tiap sekolah berbeda.<br />
<br />
Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan:<br />
• Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital<br />
• Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan<br />
• Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan<br />
<br />
Perhitungan biaya pendidikan berdasarkan pendekatan kecukupan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:<br />
• Besar kecilnya sebuah institusi pendidikan<br />
• Jumlah siswa<br />
• Tingkat gaji guru (karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly labour intensive)<br />
• Rasio siswa dibandingkan jumlah guru<br />
• Kualifikasi guru<br />
• Tingkat pertumbuhan populasi penduduk (khususnya di negara berkembang)<br />
• Perubahan dari pendapatan (revenue theory of cost)<br />
<br />
Dalam permendiknas ini di atur biaya minimum yang harus dikeluarkan untuk setiap satuan pendidikan dan juga setiap jalur pendidikanya.Baik yang jalur umum atau jalur berkebutuhan khsusus, UU telah merinci berapa biaya yang harus ditanggung per peserta didik selama setahun agar proses belajar dapat berjalan.permendiknas ini mengatur standar biaya nonpersonalia.Biaya operasi nonpersonalia meliputi: biaya alat tulis sekolah (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa/ekstra kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan biaya pelaporan.Permendiknas ini memuat standar pembiayaan untuk DKI jakarta, untuk daerah lain, ada yang di sebut indeks biaya,yakni angka yang menunjukan perbandingan standar pembiyaan di daerah tersebut terhadap standar biaya di DKI Jakarta.<br />
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:<br />
1. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,<br />
2. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan<br />
3. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-61636174964870052392010-05-28T23:00:00.001-07:002010-05-28T23:00:53.594-07:00STANDAR SARANA dan PRASARANA SEKOLAHSTANDAR SARANA dan PRASARANA SEKOLAH<br />
<br />
I. Pengertian<br />
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar, mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien”.<br />
II. Dasar Hukum<br />
Standar sarana dan prasarana merupakan kebutuhan utama sekolah yang harus terpenuhi sesuai dengan amanat Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, PP No 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 tahun 2007.<br />
III. Jenis Sarana dan Prasarana<br />
Fasilitas atau benda-benda sarana pendidikan dapat ditinjau dari fungsi, jenis atau sifatnya, yaitu: <br />
1. Ditinjau dari fungsinya terhadap PBM, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menentukan). Sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan) terhadap PBM. <br />
2. Ditinjau dari jenisnya, fasilitas pendidikan dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik. <br />
3. Ditinjau dari sifat barangnya, benda-benda pendidikan dapat dibedakan menjadi barang bergerak dan barang tidak bergerak, yang kesemuanya dapat mendukung pelaksanaan tugas. <br />
IV. Kriteria Minimum Sarana dan Prasarana <br />
Berdasarkan PP No.24 tahun 2007, beberapa kriteria minimum standar sarana dan prasarana yaitu sebagai berikut:<br />
a. Lahan<br />
1. Lahan tiap satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan rasio luas lahan terhadap jumlah siswa<br />
2. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat. <br />
3. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api.<br />
4. Lahan terhindar dari gangguan-gangguan <br />
5. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah setempat. <br />
6. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-Perundangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun. <br />
b. Bangunan<br />
1. Bangunan gedung untuk setiap satuan pendidikan memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik seperti tercantum pada lampiran PP No 24 tahun 2007<br />
2. Untuk satuan pendidikan yang memiliki rombongan belajar dengan banyak peserta didik kurang dari kapasitas maksimum kelas, lantai bangunan juga memenuhi ketentuan luas minimum seperti tercantum pada lampiran PP No.24 tahun 2007<br />
3. Bangunan gedung memenuhi ketentuan tata bangunan. <br />
4. Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan <br />
5. Bangunan gedung memenuhi persyaratan kesehatan <br />
6. Bangunan gedung menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat.<br />
7. Bangunan gedung memenuhi persyaratan kenyamanan <br />
8. Bangunan gedung bertingkat memenuhi persyaratan berikut. <br />
a. Maksimum terdiri dari tiga lantai. <br />
b. Dilengkapi tangga yang mempertimbangkan kemudahan, keamanan, <br />
keselamatan, dan kesehatan pengguna. <br />
9. Bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan <br />
10. Bangunan gedung dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt. <br />
11. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan diawasi secara profesional. <br />
12. Kualitas bangunan gedung minimum permanen kelas B, sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar PU. <br />
13. Bangunan gedung sekolah baru dapat bertahan minimum 20 tahun. <br />
14. Pemeliharaan bangunan gedung sekolah <br />
15. Bangunan gedung dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. <br />
c. Kelengkapan prasarana<br />
Sebuah tingkat satuan pendidikan harus memiliki prasarana yang telah ditetapkan dalam PP No.24 tahun 2007.<br />
<br />
V. Administrasi Sarana dan Prasarana<br />
Untuk menunjang pelaksanaan pendidikan diperlukan fasilitas pendukung sesuai dengan kurikulum. Dalam mengelola fasilitas agar berfungsi maksimal, diperlukan aturan yang jelas dan pengetahuan tentang administrasi sarana dan prasarana. Administrasi sarana dan prasarana merupakan keseluruhan pengadaan, pendayagunaan dan pengawasan terhadap sarana dan prasarana. Kegiatan dalam administrasi sarana dan prasarana pendidikan meliputi:<br />
1. Perencanaan<br />
Merupakan kegiatan penyusunan daftar sarana dan prasarana yang dibutuhkan sekolah, penyusunan ini didasarkan atas pertimbangan.<br />
2. Pengadaan sarana dan prasarana<br />
Merupakan kegiatan menghadirkan sarana dan prasarana untuk menunjang proses belajar mengajar. <br />
3. Penyimpanan <br />
Merupakan kegiatan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan persediaan sarana dan prasarana di gudang. <br />
4. Inventarisasi<br />
Inventarisasi merupakan kegiatan melaksanakan pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan barang-barang yang menjadi milik sekolah bersangkutan. <br />
5. Pemeliharaan<br />
Pemeliharaan merupakan kegiatan pencegahan kerusakan suatu barang. Penghapusan<br />
Penghapusan ialah kegiatan meniadakan barang-barang milik Negara/daerah dari daftar inventaris karena barang tersebut dianggap sudah tidak mempunyai nilai guna atau sudah tidak berfungsi lagi atau pemeliharaannya sudah terlalu mahal.<br />
6. Pengawasan<br />
Pengawasan sarana dan prasarana merupakan kegiatan pengamatan, pemerikasaan dan penilaian terhadap pelaksanaan administrasi sarana dan prasarana sekolah.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-28554924972535553892010-05-28T22:57:00.000-07:002010-05-28T22:57:03.073-07:00AKREDITASI SEKOLAH / MADRASAHAKREDITASI SEKOLAH<br />
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja sekolah.<br />
Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah<br />
<br />
A. Landasan Hukum Akreditasi Sekolah/Madrasah<br />
<br />
1. Undang-undang nomor 25 tahun 2000, tentang program pembangunan Nasional (Propenas), menyatakan bahwa perlu dilaksanakan pengembangan sistem akreditasi sekolah secara adil dan merata baik sekolah negeri maupun sekolah swasta, <br />
2. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002, tentang akreditasi sekolah, <br />
3. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional Bab XVI Pasal 60 tentang akreditasi yang berbunyi: <br />
a. akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan, <br />
b. akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk 27 akuntabilitas publik, <br />
c. akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka,<br />
d. ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2 dan ayat 3,<br />
4. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 039/O/2003, tentang Badan Akreditasi Nasional (BASNAS), <br />
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (Dinas pendidikan dan Kebudayaan, 2006:2).<br />
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PerMen DikNas) No. 11 tahun 2009 tentang kriteria dan perangkat akreditasi sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah(SD/MI)<br />
B. Defenisi Akreditasi Sekolah / Madrasah<br />
Akreditasi Sekolah / Madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja satuan atau program pendidikan, yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Akreditasi merupakan alat regulasi diri (self-regulation) agar Sekolah/Madrasah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Dalam hal ini akreditasi memiliki makna proses pendidikan. <br />
C. Tujuan Akreditasi Sekolah / Madrasah<br />
Akreditasi Sekolah / Madrasah bertujuan untuk :<br />
1. Memberikan informasi tentang kelayakan Sekolah / Madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.<br />
2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.<br />
3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.<br />
D. Manfaat Hasil Akredtasi Sekolah / Madrasah <br />
1. Membantu Sekolah / Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari suatu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.<br />
2. Membantu mengidentifikasi Sekolah / Madrasah dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.<br />
3. Acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah / Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah / Madrasah.<br />
4. Umpan balik salam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga Sekolah / Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program Sekolah / Madrasah.<br />
5. Motivator agar Sekolah / Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten / kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.<br />
6. Bahan informasi bagi Sekolah / Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.<br />
<br />
<br />
E. Fungsi Akreditasi Sekolah / Madrasah<br />
Dengan menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif, hasil akreditasi diharapkan dapat memetakan secara utuh profil Sekolah / Madrasah. Proses akreditasi Sekolah / Madrasah berfungsi untuk :<br />
1. Pengetahuan<br />
2. Akuntabilitas<br />
3. Pembinaan dan pengembangan<br />
F. Komponen Akreditasi Sekolah / Madrasah<br />
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tanggal 14 Juni 2002 tentang Akreditasi Sekolah / Madrasah, komponen-komponen sekolah yang menjadi bahan penilaian adalah :<br />
1. Kurikulum dan Proses Pembelajaran<br />
2. Administrasi dan Manajemen Sekolah / Madrasah<br />
3. Organisasi dan Kelembagaan Sekolah / Madrasah<br />
4. Sarana dan Prasarana<br />
5. Ketenagaan<br />
6. Pembiayaan<br />
7. Peserta didik<br />
8. Peran serta masyarakat<br />
9. Lingkungan dan Budaya Sekolah / Madrasah<br />
G. Prinsip-Prinsip Kegiatan Akreditasi Sekolah<br />
Akreditasi Sekolah dilaksanakan berdasarkan prinsip - prinsip sebagai berikut<br />
1. Objektif<br />
2. Komprehensif<br />
3. Adil<br />
4. Transparan<br />
5. Akuntabel<br />
H. Persyaratan Mengikuti Akreditasi Sekolah<br />
Sekolah / Madrasah dapat mengikuti kegiatan akreditasi, apabila memenuhi persyaratan berikut :<br />
1. Memiliki Surat Keputusan Pendirian / Operasional Sekolah / Madrasah.<br />
2. Memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas.<br />
3. Memiliki sarana dan prasarana pendidikan.<br />
4. Memiliki pendidik dan tenaga kependidikan.<br />
5. Melaksanakan kurikulum yang berlaku, dan<br />
6. Telah menamatkan peserta didik. <br />
<br />
Komponen yang Dinilai dalam Akreditasi Sekolah<br />
Akreditasi sekolah mencakup delapan komponen dalam Standar Nasional Pendidikan, yaitu :<br />
1. Standar Isi, [Permendiknas No. 22/2006] <br />
2. Standar Proses, [Permendiknas No. 41/2007]<br />
3. Standar Kompetensi Lulusan, [Permendiknas No. 23/2006]<br />
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, [Permendiknas No. 13/2007 tentang Kepala Sekolah, Permendiknas No. 16/2007 tentang Guru, Permendiknas No. 24/2008 tentang Tenaga Administrasi]<br />
5. Standar Sarana dan Prasarana [Permendiknas 24/2007]<br />
6. Standar Pengelolaan, [Permendiknas 19/2007]<br />
7. Standar Pembiayaan, [Peraturan Pemerintah. 48/2008] <br />
8. Standar Penilaian Pendidikan. [Permendiknas 20/2007]<br />
Siapa yang Melaksanakan Akreditasi Sekolah<br />
Untuk melaksanakan akreditasi Sekolah / Madrasah Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional-Sekolah / Madrasah (BAN ) Sekolah / Madrasah.<br />
Kewenangan Badan Akreditasi Nasional ( BAN ) Sekolah / Madrasah<br />
Badan Akreditasi Nasional-Sekolah / Madrasah (BAN ) Sekolah / Madrasah merumuskan kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan, dan melaksanakan akreditasi Sekolah / Madrasah.<br />
Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP ) Sekolah / Madrasah melaksanakan akreditasi untuk TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, dan SLB. Unit Pelaksana Akreditasi (UPA)-Kabupaten / Kota, membantu BAP - Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan akreditasi.<br />
Fungsi Badan Akreditasi Nasional -(BAN ) Sekolah / Madrasah <br />
1. Merumuskan kebijakan dan menetapkan akreditasi Sekolah/Madrasah <br />
2. Merumuskan kriteria dan perangkat akreditasi Sekolah / Madrasah untuk diusulkan kepada Menteri<br />
3. Melaksanakan sosialisasi kebijakan, kriteria, dan perangkat akreditasi Sekolah / Madrasah<br />
4. Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan akreditasi Sekolah/Madrasah<br />
5. Memberikan rekomendasi tindak lanjut hasil akreditasi<br />
6. Mengumumkan hasil akreditasi Sekolah / Madrasah secara nasional<br />
7. Melaporkan hasil akreditasi Sekolah / Madrasah kepada Menteri<br />
8. Melaksanakan ketatausahaan ( BAN ) Sekolah / Madrasah.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-79189611516752458902010-05-28T22:47:00.001-07:002010-05-28T22:47:28.287-07:00STANDAR PENILAIAN PENDIDIKANSTANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN<br />
<br />
A. Pengertian<br />
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dapat berupa ulangan dan ujian.<br />
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:<br />
• Penilaian hasil belajar oleh pendidik;<br />
• Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan<br />
• Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.<br />
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:<br />
• Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan<br />
• Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.<br />
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />
B. Prinsip Penilaian<br />
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:<br />
1. Sahih<br />
2. Objektif<br />
3. Adil<br />
4. Terpadu<br />
5. Terbuka<br />
6. Menyeluruh dan berkesinambungan<br />
7. Sistematis<br />
8. Beracuan criteria<br />
9. Akuntabel<br />
C. Ulangan dan Ujian<br />
Ulangan atau ujian adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan terdiri atas ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas, antara lain sebagai berikut :<br />
1. Ulangan harian <br />
2. Ulangan tengah semester <br />
3. Ulangan akhir semester <br />
4. Ulangan kenaikan kelas <br />
<br />
Sedangkan ujian terbagi menjadi ujian sekolah atau madrasah dan ujian nasional, antara lain sebagai berikut : <br />
1. Ujian Sekolah atau Madrasah <br />
2. Ujian Nasional <br />
<br />
D. Mekanisme Penilaian<br />
Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan oleh:<br />
� Pendidik<br />
� Satuan Pendidikan<br />
� Pemerintah<br />
E. Prosedur Penilaian<br />
Berikut ini prosedur dari penilaian pendidikan :<br />
• Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana peiaksanaan pembelajaran (RPP);<br />
• Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan;<br />
• Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik;<br />
• Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oieh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah atau madrasah;<br />
• Kegiatan ujian sekolah atau madrasah dilakukan dengan langkah-langkah:<br />
a. menyusun kisi-kisi ujian,<br />
b. mengembangkan instrumen,<br />
c. melaksanakan ujian,<br />
d. mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah atau madrasah, dan<br />
e. melaporkan serta memanfaatkan hasil penilaian;<br />
• Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan;<br />
• Penilaian kepribadian adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan;<br />
• Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan;<br />
• Keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditanda-tangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah atau madrasah.<br />
<br />
F. Teknik Instrumen Penilaian<br />
Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik;<br />
• Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja;<br />
• Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau di luar kegiatan pembelajaran; <br />
• Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan atau proyek;<br />
G. Laporan Hasil Penilaian<br />
• Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi;<br />
• Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran disertai dengan deskripsi kemajuan belajar;<br />
• Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam<br />
seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya;<br />
• Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-3285741090071995382010-05-28T22:40:00.000-07:002010-05-28T22:40:04.611-07:00Bimbingan dan KonselingKONSEP BIMBINGAN DAN KONSELING <br />
<br />
Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling <br />
<br />
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah,<br />
bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-<br />
undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut<br />
upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseling, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).<br />
Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau<br />
menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk<br />
mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih<br />
kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga<br />
pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu<br />
keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara<br />
mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak<br />
selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-<br />
nilai yang dianut.<br />
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun<br />
sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi<br />
dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat.<br />
Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan,<br />
maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya<br />
stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan<br />
perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan<br />
kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk<br />
yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat,<br />
revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan<br />
struktur masyarakat dari agraris ke industri.<br />
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi<br />
di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat<br />
terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga;<br />
dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya<br />
hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-<br />
kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah,<br />
tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika,<br />
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika,ectasy, putau, dan sabu-<br />
sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).<br />
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai<br />
dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam<br />
tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa<br />
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan<br />
keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang<br />
mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan<br />
kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi<br />
semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya<br />
secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.<br />
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti<br />
disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara<br />
sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. <br />
Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara<br />
proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang<br />
mempengaruhinya.<br />
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang<br />
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang<br />
administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang<br />
bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif<br />
dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan<br />
menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang<br />
memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.<br />
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling,<br />
yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada<br />
konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.<br />
Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and<br />
Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance <br />
and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada <br />
upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan<br />
masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar<br />
kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan<br />
dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar<br />
dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).<br />
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan<br />
para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan<br />
staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi<br />
pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi<br />
dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya<br />
membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya<br />
secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.<br />
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah<br />
diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi<br />
as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi<br />
konseli sebagai makhluk yang berdimensibiopsikososiospiritua l (biologis, psikis, sosial,<br />
dan spiritual).lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-45033082180340637422010-05-28T22:14:00.003-07:002010-05-28T22:14:08.127-07:00STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKANSTANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN<br />
<br />
Indonesia adalah salah satu negara yang padat penduduknya, namun kualitas sumber daya manusianya sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pekerja Indonesia yang kurang professional di bidangnya masing-masing baik mereka yang bekerja di Indonesia maupun di negara tetangga.. <br />
Permasalahan utama pendidikan di Indonesia saat ini antara lain terjadinya disparitas/ keragaman mutu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan :<br />
1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas, kualitas, maupun kesejahteraannya, <br />
2) sarana prasarana belajar yang belum memenuhi kebutuhan, jika tersediapun belum didayagunakan secara optimal, <br />
3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran,<br />
4) proses pembelajaran yang belum efektif dan efisien; dan penyebaran sekolah yang belum merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat, seperti masih terdapatnya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antar wilayah. Dua permasalahan tersebut di atas menjadi bertambah parah, jika tidak didukung dengan komponen utama pendidikan seperti kurikulum, sumberdaya manusia pendidikan yang berkualitas, sarana dan prasarana, serta pembiayaan. <br />
Belajar dari kondisi tersebut, solusi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menerbitkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan Visi dan Misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misinya adalah:<br />
1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; <br />
2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat regional, nasional, dan internasional; <br />
3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; <br />
4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;<br />
5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;<br />
6) meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan <br />
7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional tersebut, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria yang esensial dari berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Standar nasional pendidikan sebagai penjabaran visi dan misi pendidikan nasional tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada dasarnya Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. <br />
<br />
<br />
A. Pengertian Standar<br />
Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan. Standar dapat juga diartikan sebagai spesifikasi teknis yang tersedia untuk masyarakat yang merupakan kerja sama dan konsensus umum yang didasarkan pada IPTEK dan pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang. <br />
B. Pengertian Standar Pengelolaan<br />
Standar Pengelolaan adalah Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan. <br />
C. Pengertian Pendidikan<br />
Menurut Undang- Undang tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003).<br />
D. Pengertian Standar Pengelolaan Pendidikan<br />
Standar Pengelolaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan. <br />
E. Dasar Hukum<br />
a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional<br />
Pasal 50<br />
(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.<br />
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.<br />
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.<br />
(4) Pemerintah Daerah Provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.<br />
(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.<br />
(6) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.<br />
(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peratutan Pemerintah.<br />
Pasal 51<br />
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.<br />
(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.<br />
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />
Pasal 52<br />
(1) Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.<br />
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />
b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan<br />
Menurut PP No 19 Tahun 2005, Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.<br />
Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan.<br />
Pasal 49<br />
(1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas<br />
(2) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundangundangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.<br />
Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah<br />
Pasal 59<br />
(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:<br />
a. wajib belajar;<br />
b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;<br />
c. penuntasan pemberantasan buta aksara;<br />
d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;<br />
e. peningkatan status guru sebagai profesi;<br />
f. akreditasi pendidikan;<br />
g. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat; <br />
h. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.<br />
Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah<br />
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:<br />
a. wajib belajar;<br />
b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;<br />
c. penuntasan pemberantasan buta aksara;<br />
d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;<br />
e. peningkatan status guru sebagai profesi;<br />
f. peningkatan mutu dosen;<br />
g. standarisasi pendidikan;<br />
h. akreditasi pendidikan;<br />
i. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;<br />
j. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan; <br />
k. Penjaminan mutu pendidikan nasional.<br />
c) Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan<br />
Standar Pengelolaan Pendidikan disajikan pada Diklat Peningkatan Profesi Pengawas TK/SD dan Kepala Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo Tahun 2007 Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tanggal 23 Mei Tahun 2007 Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan sekolah didasarkan pada:<br />
A. PERENCANAAN PROGRAM<br />
1. Visi Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya.<br />
b. Visi sekolah/madrasah:<br />
1) Dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;<br />
2) Mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;<br />
3) Dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;<br />
4) Diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;<br />
5) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;<br />
6) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.<br />
2. Misi Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan misi serta mengembangkannya.<br />
b. Misi sekolah/madrasah:<br />
1) Memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah/madrasah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;<br />
2) Merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;<br />
3) Menjadi dasar program pokok sekolah/madrasah;<br />
4) Menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh sekolah/madrasah;<br />
5) Memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program sekolah/madrasah;<br />
6) Memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit sekolah/madrasah yang terlibat;<br />
7) Dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;<br />
8) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;<br />
9) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.<br />
3. Tujuan Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan tujuan serta mengembangkannya.<br />
b. Tujuan sekolah/madrasah:<br />
1) Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);<br />
2) Mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat;<br />
3) Mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah/madrasah dan Pemerintah;<br />
4) Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;<br />
5) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan.<br />
4. Rencana Kerja Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah membuat:<br />
1) Rencana kerja jangka menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;<br />
2) Rencana kerja tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka menengah.<br />
b. Rencana kerja jangka menengah dan tahunan sekolah/madrasah:<br />
1) Disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah/madrasah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Pada sekolah/madrasah swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh penyelenggara sekolah/madrasah;<br />
2) Dituangkan dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.<br />
c. Rencana kerja empat tahun dan tahunan disesuaikan dengan persetujuan rapat dewan pendidik dan pertimbangan komite sekolah/madrasah.<br />
d. Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan sekolah/madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.<br />
e. Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai:<br />
1) Kesiswaan;<br />
2) Kurikulum dan kegiatan pembelajaran;<br />
3) Pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;<br />
4) Sarana dan prasarana;<br />
5) Keuangan dan pembiayaan;<br />
6) Budaya dan lingkungan sekolah;<br />
7) Peranserta masyarakat dan kemitraan;<br />
8) Rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu.<br />
<br />
B. PELAKSANAAN RENCANA KERJA<br />
1. Pedoman Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah membuat dan memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.<br />
b. Perumusan pedoman sekolah/madrasah:<br />
1) Mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah/madrasah;<br />
2) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.<br />
c. Pedoman pengelolaan sekolah/madrasah meliputi:<br />
1) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP);<br />
2) kalender pendidikan/akademik;<br />
3) struktur organisasi sekolah/madrasah;<br />
4) pembagian tugas di antara guru;<br />
5) pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;<br />
6) peraturan akademik;<br />
7) tata tertib sekolah/madrasah;<br />
8) kode etik sekolah/madrasah;<br />
9) biaya operasional sekolah/madrasah.<br />
10) Pedoman sekolah/madrasah berfungsi sebagai petunjuk pelaksanaan operasional.<br />
e. Pedoman pengelolaan KTSP, kalender pendidikan dan pembagian tugas pendidik dan tenaga kependidikan dievaluasi dalam skala tahunan, sementara lainnya dievaluasi sesuai kebutuhan.<br />
2. Struktur Organisasi Sekolah/Madrasah<br />
a. Struktur organisasi sekolah/madrasah berisi tentang sistem penyelenggaraan dan administrasi yang diuraikan secara jelas dan transparan.<br />
b. Semua pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan mempunyai uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas tentang keseluruhan penyelenggaraan dan administrasi sekolah/madrasah.<br />
c. Pedoman yang mengatur tentang struktur organisasi sekolah/madrasah:<br />
1) memasukkan unsur staf administrasi dengan wewenang dan tanggungjawab yang jelas untuk menyelenggarakan administrasi secara optimal;<br />
2) dievaluasi secara berkala untuk melihat efektifitas mekanisme kerja pengelolaan sekolah;<br />
3) diputuskan oleh kepala sekolah/madrasah dengan mempertimbangkan pendapat dari komite sekolah/madrasah.<br />
3. Pelaksanaan Kegiatan Sekolah/Madrasah<br />
a. Kegiatan sekolah/madrasah:<br />
1) dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tahunan;<br />
2) dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan yang didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang ada.<br />
b. Pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan perlu mendapat persetujuan melalui rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.<br />
c. Kepala sekolah/madrasah mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengelolaan bidang akademik pada rapat dewan pendidik dan bidang nonakademik pada rapat komite sekolah/madrasah dalam bentuk laporan pada akhir tahun ajaran yang disampaikan sebelum penyusunan rencana kerja tahunan berikutnya.<br />
<br />
<br />
4. Bidang Kesiswaan<br />
a. Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik yang meliputi:<br />
1) Kriteria calon peserta didik:<br />
• SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog;<br />
• SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;<br />
• SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat;<br />
• SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.<br />
2) Penerimaan peserta didik sekolah/madrasah dilakukan:<br />
• secara obyektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah/madrasah;<br />
• tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/MTs penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;<br />
• berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK, dan kriteria tambahan bagi SMK/MAK;<br />
• sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah.<br />
3) Orientasi peserta didik baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan dengan pengawasan guru.<br />
b. Sekolah/Madrasah:<br />
1) memberikan layanan konseling kepada peserta didik;<br />
2) melaksanakan kegiatan ekstra dan kokurikuler untuk para peserta didik;<br />
3) melakukan pembinaan prestasi unggulan;<br />
4) melakukan pelacakan terhadap alumni.<br />
5. Bidang Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran<br />
a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun KTSP.<br />
2) Penyusunan KTSP memperhatikan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya.<br />
3) KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah, potensi atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.<br />
4) Kepala Sekolah/Madrasah bertanggungjawab atas tersusunnya KTSP.<br />
5) Wakil Kepala SMP/MTs dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab atas pelaksanaan penyusunan KTSP.<br />
6) Setiap guru bertanggungjawab menyusun silabus setiap mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP.<br />
7) Dalam penyusunan silabus, guru dapat bekerjasama dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), atau Perguruan Tinggi.<br />
8) Penyusunan KTSP tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Khusus untuk penyusunan KTSP Pendidikan Agama (PA) tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan untuk SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.<br />
9) Penyusunan KTSP tingkat MI dan MTs dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan MA dan MAK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi.<br />
b. Kalender Pendidikan<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur.<br />
2) Penyusunan kalender pendidikan/akademik:<br />
• didasarkan pada Standar Isi;<br />
• berisi mengenai pelaksanaan aktivitas sekolah/madrasah selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;<br />
• diputuskan dalam rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.<br />
3) Sekolah/Madrasah menyusun jadwal penyusunan KTSP.<br />
4) Sekolah/Madrasah menyusun mata pelajaran yang dijadwalkan pada semester gasal, dan semester genap.<br />
c. Program Pembelajaran<br />
1) Sekolah/Madrasah menjamin mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dan program pendidikan tambahan yang dipilihnya.<br />
2) Kegiatan pembelajaran didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya, serta Standar Proses dan Standar Penilaian.<br />
3) Mutu pembelajaran di sekolah/madrasah dikembangkan dengan:<br />
• model kegiatan pembelajaran yang mengacu pada Standar Proses;<br />
• melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis;<br />
• tujuan agar peserta didik mencapai pola pikir dan kebebasan berpikir sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang berupa berpikir, berargumentasi, mempertanyakan, mengkaji, menemukan, dan memprediksi;<br />
• pemahaman bahwa keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman konsep, tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh guru.<br />
4) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya agar peserta didik mampu:<br />
• meningkat rasa ingin tahunya;<br />
• mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan pendidikan;<br />
• memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber informasi;<br />
• mengolah informasi menjadi pengetahuan;<br />
• menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah;<br />
• mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain; dan<br />
• mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar.<br />
5) Kepala sekolah/madrasah bertanggungjawab terhadap kegiatan pembelajaran sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Pemerintah.<br />
6) Kepala SD/MI/SDLB/SMPLB/SMALB, wakil kepala SMP/MTs, dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran.<br />
7) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya dengan cara:<br />
• merujuk perkembangan metode pembelajaran mutakhir;<br />
• menggunakan metoda pembelajaran yang bervariasi, inovatif dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran;<br />
• menggunakan fasilitas, peralatan, dan alat bantu yang tersedia secara efektif dan efisien;<br />
• memperhatikan sifat alamiah kurikulum, kemampuan peserta didik, dan pengalaman belajar sebelumnya yang bervariasi serta kebutuhan khusus bagi peserta didik dari yang mampu belajar dengan cepat sampai yang lambat;<br />
• memperkaya kegiatan pembelajaran melalui lintas kurikulum, hasil-hasil penelitian dan penerapannya;<br />
• mengarahkan kepada pendekatan kompetensi agar dapat menghasilkan lulusan yang mudah beradaptasi, memiliki motivasi, kreatif, mandiri, mempunyai etos kerja yang tinggi, memahami belajar seumur hidup, dan berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.<br />
d. Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun program penilaian hasil belajar yang berkeadilan, bertanggung jawab dan berkesinambungan.<br />
2) Penyusunan program penilaian hasil belajar didasarkan pada Standar Penilaian Pendidikan.<br />
3) Sekolah/Madrasah menilai hasil belajar untuk seluruh kelompok mata pelajaran, dan membuat catatan keseluruhan, untuk menjadi bahan program remedial, klarifikasi capaian ketuntasan yang direncanakan, laporan kepada pihak yang memerlukan, pertimbangan kenaikan kelas atau kelulusan, dan dokumentasi.<br />
4) Seluruh program penilaian hasil belajar disosialisasikan kepada guru.<br />
5) Program penilaian hasil belajar perlu ditinjau secara periodik, berdasarkan data kegagalan/kendala pelaksanaan program termasuk temuan penguji eksternal dalam rangka mendapatkan rencana penilaian yang lebih adil dan bertanggung jawab.<br />
6) Sekolah/Madrasah menetapkan prosedur yang mengatur transparansi sistem evaluasi hasil belajar untuk penilaian formal yang berkelanjutan.<br />
7) Semua guru mengembalikan hasil kerja siswa yang telah dinilai.<br />
8) Sekolah/Madrasah menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional yang mengatur mekanisme penyampaian ketidakpuasan peserta didik dan penyelesaiannya mengenai penilaian hasil belajar.<br />
9) Penilaian meliputi semua kompetensi dan materi yang diajarkan.<br />
10) Seperangkat metode penilaian perlu disiapkan dan digunakan secara terencana untuk tujuan diagnostik, formatif dan sumatif, sesuai dengan metode/strategi pembelajaran yang digunakan.<br />
11) Sekolah/Madrasah menyusun ketentuan pelaksanaan penilaian hasil belajar sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan.<br />
12) Kemajuan yang dicapai oleh peserta didik dipantau, didokumentasikan secara sistematis, dan digunakan sebagai balikan kepada peserta didik untuk perbaikan secara berkala.<br />
13) Penilaian yang didokumentasikan disertai bukti kesahihan, keandalan, dan dievaluasi secara periodik untuk perbaikan metode penilaian.<br />
14) Sekolah/Madrasah melaporkan hasil belajar kepada orang tua peserta didik, komite sekolah/madrasah, dan institusi di atasnya.<br />
e. Peraturan Akademik<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan Peraturan Akademik.<br />
2) Peraturan Akademik berisi:<br />
• persyaratan minimal kehadiran siswa untuk mengikuti pelajaran dan tugas dari guru;<br />
• ketentuan mengenai ulangan, remedial, ujian, kenaikan kelas, dan kelulusan;<br />
• ketentuan mengenai hak siswa untuk menggunakan fasilitas belajar, laboratorium, perpustakaan, penggunaan buku pelajaran, buku referensi, dan buku perpustakaan;<br />
• ketentuan mengenai layanan konsultasi kepada guru mata pelajaran, wali kelas, dan konselor.<br />
3) Peraturan akademik diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.<br />
6. Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan<br />
a. Sekolah/Madrasah menyusun program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan. <br />
b. Program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan:<br />
1. disusun dengan memperhatikan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan;<br />
2. dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah, termasuk pembagian tugas, mengatasi bila terjadi kekurangan tenaga, menentukan sistem penghargaan, dan pengembangan profesi bagi setiap pendidik dan tenaga kependidikan serta menerapkannya secara profesional, adil, dan terbuka.<br />
c. Pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan tambahan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara sekolah/madrasah.<br />
d. Sekolah/Madrasah perlu mendukung upaya:<br />
1. promosi pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan asas kemanfaatan, kepatutan, dan profesionalisme;<br />
2. pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan yang diidentifikasi secara sistematis sesuai dengan aspirasi individu, kebutuhan kurikulum dan sekolah/madrasah;<br />
3. penempatan tenaga kependidikan disesuaikan dengan kebutuhan baik jumlah maupun kualifikasinya dengan menetapkan prioritas;<br />
4. mutasi tenaga kependidikan dari satu posisi ke posisi lain didasarkan pada analisis jabatan dengan diikuti orientasi tugas oleh pimpinan tertinggi sekolah/madrasah yang dilakukan setelah empat tahun, tetapi bisa diperpanjang berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan untuk tenaga kependidikan tambahan tidak ada mutasi.<br />
e. Sekolah/Madrasah mendayagunakan:<br />
1. kepala sekolah/madrasah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pimpinan pengelolaan sekolah/madrasah;<br />
2. wakil kepala SMP/MTs melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah;<br />
3. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang kurikulum melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola bidang kurikulum;<br />
4. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang sarana prasarana melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola sarana prasarana;<br />
5. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang kesiswaan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola peserta didik;<br />
6. wakil kepala SMK bidang hubungan industri melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri;<br />
7. guru melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai agen pembelajaran yang memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia berkualitas dan mampu mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum;<br />
8. konselor melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik;<br />
9. pelatih/instruktur melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kegiatan pelatihan;<br />
10. tenaga perpustakaan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya melaksanakan pengelolaan sumber belajar di perpustakaan;<br />
11. tenaga laboratorium melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya membantu guru mengelola kegiatan praktikum di laboratorium;<br />
12. teknisi sumber belajar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mempersiapkan, merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran;<br />
13. tenaga administrasi melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pelayanan administratif;<br />
14. tenaga kebersihan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan layanan kebersihan lingkungan.<br />
<br />
7. Bidang Sarana dan Prasarana<br />
a. Sekolah/Madrasah menetapkan kebijakan program secara tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana.<br />
b. Program pengelolaan sarana dan prasarana mengacu pada Standar Sarana dan Prasarana dalam hal:<br />
1. merencanakan, memenuhi dan mendayagunakan sarana dan prasarana pendidikan;<br />
2. mengevaluasi dan melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana agar tetap berfungsi mendukung proses pendidikan;<br />
3. melengkapi fasilitas pembelajaran pada setiap tingkat kelas di sekolah/madrasah;<br />
4. menyusun skala prioritas pengembangan fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan dan kurikulum masing-masing tingkat;<br />
5. pemeliharaan semua fasilitas fisik dan peralatan dengan memperhatikan kesehatan dan keamanan lingkungan.<br />
c. Seluruh program pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan disosialisasikan kepada pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik.<br />
d. Pengelolaan sarana prasarana sekolah/madrasah:<br />
1. direncanakan secara sistematis agar selaras dengan pertumbuhan kegiatan akademik dengan mengacu Standar Sarana dan Prasarana;<br />
2. dituangkan dalam rencana pokok (master plan) yang meliputi gedung dan laboratorium serta pengembangannya.<br />
e. Pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah perlu:<br />
1. menyediakan petunjuk pelaksanaan operasional peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya;<br />
2. merencanakan fasilitas peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidik;<br />
3. membuka pelayanan minimal enam jam sehari pada hari kerja;<br />
4. melengkapi fasilitas peminjaman antar perpustakaan, baik internal maupun eksternal;<br />
5. menyediakan pelayanan peminjaman dengan perpustakaan dari sekolah/madrasah lain baik negeri maupun swasta.<br />
f. Pengelolaan laboratorium dikembangkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilengkapi dengan manual yang jelas sehingga tidak terjadi kekeliruan yang dapat menimbulkan kerusakan.<br />
g. Pengelolaan fasilitas fisik untuk kegiatan ekstra-kurikuler disesuaikan dengan perkembangan kegiatan ekstra-kurikuler peserta didik dan mengacu pada Standar Sarana dan Prasarana.<br />
8. Bidang Keuangan dan Pembiayaan<br />
a. Sekolah/Madrasah menyusun pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada Standar Pembiayaan.<br />
b. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional Sekolah/Madrasah mengatur:<br />
1. sumber pemasukan, pengeluaran dan jumlah dana yang dikelola;<br />
2. penyusunan dan pencairan anggaran, serta penggalangan dana di luar dana investasi dan operasional;<br />
3. kewenangan dan tanggungjawab kepala sekolah/madrasah dalam membelanjakan anggaran pendidikan sesuai dengan peruntukannya;<br />
4. pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran, untuk dilaporkan kepada komite sekolah/madrasah, serta institusi di atasnya.<br />
c. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah serta mendapatkan persetujuan dari institusi di atasnya.<br />
d. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel.<br />
<br />
9. Budaya dan Lingkungan Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah menciptakan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien dalam prosedur pelaksanaan.<br />
b. Prosedur pelaksanaan penciptaan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan:<br />
1) berisi prosedur tertulis mengenai informasi kegiatan penting minimum yang akan dilaksanakan;<br />
2) memuat judul, tujuan, lingkup, tanggung jawab dan wewenang, serta penjelasannya;<br />
3) diputuskan oleh kepala sekolah/madrasah dalam rapat dewan pendidik.<br />
c. Sekolah/Madrasah menetapkan pedoman tata-tertib yang berisi:<br />
1. tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, termasuk dalam hal menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan;<br />
2. petunjuk, peringatan, dan larangan dalam berperilaku di Sekolah/Madrasah, serta pemberian sangsi bagi warga yang melanggar tata tertib.<br />
d. Tata tertib sekolah/madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan masukan komite sekolah/madrasah, dan peserta didik.<br />
e. Sekolah/Madrasah menetapkan kode etik warga sekolah/madrasah yang memuat norma tentang:<br />
1. hubungan sesama warga di dalam lingkungan sekolah/madrasah dan hubungan antara warga sekolah/madrasah dengan masyarakat;<br />
2. sistem yang dapat memberikan penghargaan bagi yang mematuhi dan sangsi bagi yang melanggar.<br />
f. Kode etik sekolah/madrasah ditanamkan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menegakkan etika sekolah/madrasah.<br />
g. Sekolah/Madrasah perlu memiliki program yang jelas untuk meningkatkan kesadaran beretika bagi semua warga sekolah/madrasahnya.<br />
h. Kode etik sekolah/madrasah yang mengatur peserta didik memuat norma untuk:<br />
1. menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya;<br />
2. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan;<br />
3. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi ketentuan pembelajaran dan mematuhi semua peraturan yang berlaku;<br />
4. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial di antara teman;<br />
5. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi sesama;<br />
6. mencintai lingkungan, bangsa, dan negara; serta<br />
7. menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban,keamanan, keindahan, dan kenyamanan sekolah/madrasah.<br />
i. Peserta didik dalam menjaga norma pendidikan perlu mendapat bimbingan dengan keteladanan, pembinaan dengan membangun kemauan, serta pengembangan kreativitas dari pendidik dan tenaga kependidikan.<br />
j. Kode etik sekolah/madrasah yang mengatur guru dan tenaga kependidikan memasukkan larangan bagi guru dan tenaga kependidikan, secara perseorangan maupun kolektif, untuk:<br />
1. menjual buku pelajaran, seragam/bahan pakaian sekolah/madrasah, dan/atau perangkat sekolah lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada peserta didik;<br />
2. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik;<br />
3. memungut biaya dari peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan peraturan dan undang-undang;<br />
4. melakukan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencederai integritas hasil Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional.<br />
k. Kode etik sekolah/madrasah diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.<br />
10. Peranserta Masyarakat dan Kemitraan Sekolah/Madrasah<br />
a) Sekolah/Madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.<br />
b) Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik.<br />
c) Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan non-akademik.<br />
d) Keterlibatan peranserta warga sekolah/madrasah dan masyarakat dalam pengelolaan dibatasi pada kegiatan tertentu yang ditetapkan.<br />
e) Setiap sekolah/madrasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, berkaitan dengan input, proses, output, dan pemanfaatan lulusan.<br />
f) Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah atau non-pemerintah.<br />
g) Kemitraan SD/MI/SDLB atau yang setara dilakukan minimal dengan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara, serta dengan TK/RA/BA atau yang setara di lingkungannya.<br />
h) Kemitraan SMP/MTs/SMPLB, atau yang setara dilakukan minimal dengan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK, SD/MI atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri.<br />
i) Kemitraan SMA/SMK, MA/MAK, atau yang setara dilakukan minimal dengan perguruan tinggi, SMP/MTs, atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri di lingkungannya.<br />
j) Sistem kemitraan sekolah/madrasah ditetapkan dengan perjanjian secara tertulis.<br />
C. PENGAWASAN DAN EVALUASI<br />
1. Program Pengawasan<br />
a Sekolah/Madrasah menyusun program pengawasan secara obyektif, bertanggung jawab dan berkelanjutan.<br />
b Penyusunan program pengawasan di sekolah/madrasah didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan.<br />
c Program pengawasan disosialisasikan ke seluruh pendidik dan tenaga kependidikan.<br />
d Pengawasan pengelolaan sekolah/madrasah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.<br />
e Pemantauan pengelolaan sekolah/madrasah dilakukan oleh komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkelanjutan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan.<br />
f Supervisi pengelolaan akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah/madrasah.<br />
g Guru melaporkan hasil evaluasi dan penilaian sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah dan orang tua/wali peserta didik.<br />
h Tenaga kependidikan melaporkan pelaksanaan teknis dari tugas masingmasing sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah. kepala sekolah/madrasah, secara terus menerus melakukan pengawasan pelaksanaan tugas tenaga kependidikan.<br />
i Kepala sekolah/madrasah melaporkan hasil evaluasi kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan sekurangkurangnya setiap akhir semester.<br />
j Pengawas sekolah melaporkan hasil pengawasan di sekolah kepada bupati/walikota melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan sekolah yang bersangkutan, setelah dikonfirmasikan pada sekolah terkait.<br />
k Pengawas madrasah melaporkan hasil pengawasan di madrasah kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan pada madrasah yang bersangkutan, setelah dikonfirmasikan pada madrasah terkait.<br />
l Setiap pihak yang menerima laporan hasil pengawasan menindaklanjuti laporan hasil pengawasan tersebut dalam rangka meningkatkan mutu sekolah/madrasah, termasuk memberikan sanksi atas penyimpangan yang ditemukan.<br />
m Sekolah/Madrasah mendokumentasikan dan menggunakan hasil pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan serta catatan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja sekolah/madrasah, dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan secara keseluruhan.<br />
2. Evaluasi Diri<br />
a Sekolah/Madrasah melakukan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah/madrasah.<br />
b Sekolah/Madrasah menetapkan prioritas indikator untuk mengukur, menilai kinerja, dan melakukan perbaikan dalam rangka pelaksanaan Standar- Nasional Pendidikan.<br />
c Sekolah/Madrasah melaksanakan:<br />
1. evaluasi proses pembelajaran secara periodik, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, pada akhir semester akademik;<br />
2. evaluasi program kerja tahunan secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, pada akhir tahun anggaran sekolah/madrasah.<br />
d. Evaluasi diri sekolah/madrasah dilakukan secara periodik berdasar pada data dan informasi yang sahih.<br />
3. Evaluasi dan Pengembangan KTSP<br />
Proses evaluasi dan pengembangan KTSP dilaksanakan secara:<br />
a komprehensif dan fleksibel dalam mengadaptasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir;<br />
b berkala untuk merespon perubahan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta perubahan sistem pendidikan, maupun perubahan sosial;<br />
c integratif dan monolitik sejalan dengan perubahan tingkat mata pelajaran;<br />
d menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak meliputi: dewan pendidik, komite sekolah/madrasah, pemakai lulusan, dan alumni.<br />
4. Evaluasi Pendayagunaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan<br />
a Evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan direncanakan secara komprehensif pada setiap akhir semester dengan mengacu pada Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.<br />
b Evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan meliputi kesesuaian penugasan dengan keahlian, keseimbangan beban kerja, dan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas.<br />
c Evaluasi kinerja pendidik harus memperhatikan pencapaian prestasi dan perubahan-perubahan peserta didik.<br />
5. Akreditasi Sekolah/Madrasah<br />
a Sekolah/Madrasah menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengikuti akreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />
b Sekolah/Madrasah meningkatkan status akreditasi, dengan menggunakan lembaga akreditasi eksternal yang memiliki legitimasi.<br />
c Sekolah/Madrasah harus terus meningkatkan kualitas kelembagaannya secara holistik dengan menindaklanjuti saran-saran hasil akreditasi.<br />
D. KEPEMIMPINAN SEKOLAH/MADRASAH<br />
1. Setiap sekolah/madrasah dipimpin oleh seorang kepala sekolah/madrasah.<br />
2. Kriteria untuk menjadi kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah berdasarkan ketentuan dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan.<br />
3. Kepala SMP/MTs/SMPLB dibantu minimal oleh satu orang wakil kepalasekolah/madrasah.<br />
4. Kepala SMA/MA dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah/madrasah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK dibantu empat wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan dunia industri. Dalam hal tertentu atau sekolah/madrasah yang masih dalam taraf pengembangan, kepala sekolah/madrasah dapat menugaskan guru untuk melaksanakan fungsi wakil kepala sekolah/madrasah.<br />
5. Wakil kepala sekolah/madrasah dipilih oleh dewan pendidik, dan prosespengangkatan serta keputusannya, dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah/madrasah kepada institusi di atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, institusi dimaksud adalah penyelenggara sekolah/madrasah.<br />
6. Kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah memiliki kemampuan memimpin yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkannya dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sesuai dengan Standar Pengelolaan Satuan Pendidikan.<br />
7. Kepala sekolah/madrasah:<br />
a menjabarkan visi ke dalam misi target mutu;<br />
b merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai;<br />
c menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan sekolah/madrasah;<br />
d membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu;<br />
e bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/madrasah;<br />
f melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, pengambilan keputusan tersebut harus melibatkan penyelenggara sekolah/madrasah;<br />
g berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua peserta didik dan masyarakat;<br />
h menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik;<br />
i menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik;<br />
j bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif mengenai pelaksanaan kurikulum;<br />
k melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah;<br />
l meningkatkan mutu pendidikan;<br />
m memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;<br />
n memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/madrasah;<br />
o membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan program pembelajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga kependidikan;<br />
p menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah/madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif;<br />
q menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat, dan komite sekolah/madrasah menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat;<br />
r memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab.<br />
8. Kepala sekolah/madrasah dapat mendelegasikan sebagian tugas dan kewenangan kepada wakil kepala sekolah/madrasah sesuai dengan bidangnya.<br />
E. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br />
1. Sekolah/Madrasah:<br />
a mengelola sistem informasi manajemen yang memadai untuk mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efisien dan akuntabel;<br />
b menyediakan fasilitas informasi yang efesien, efektif dan mudah diakses;<br />
c menugaskan seorang guru atau tenaga kependidikan untuk melayani permintaan informasi maupun pemberian informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah/madrasah baik secara lisan maupun tertulis dan semuanya direkam dan didokumentasikan;<br />
d melaporkan data informasi sekolah/madrasah yang telah terdokumentasikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.<br />
2. Komunikasi antar warga sekolah/madrasah di lingkungan sekolah/madrasah dilaksanakan secara efisien dan efektif.<br />
F. PENILAIAN KHUSUS<br />
Keberadaan sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan Pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-78463747574768153282010-05-28T22:13:00.003-07:002010-05-28T22:13:27.283-07:00STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN<br />
<br />
Indonesia adalah salah satu negara yang padat penduduknya, namun kualitas sumber daya manusianya sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pekerja Indonesia yang kurang professional di bidangnya masing-masing baik mereka yang bekerja di Indonesia maupun di negara tetangga.. <br />
Permasalahan utama pendidikan di Indonesia saat ini antara lain terjadinya disparitas/ keragaman mutu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan :<br />
1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas, kualitas, maupun kesejahteraannya, <br />
2) sarana prasarana belajar yang belum memenuhi kebutuhan, jika tersediapun belum didayagunakan secara optimal, <br />
3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran,<br />
4) proses pembelajaran yang belum efektif dan efisien; dan penyebaran sekolah yang belum merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat, seperti masih terdapatnya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antar wilayah. Dua permasalahan tersebut di atas menjadi bertambah parah, jika tidak didukung dengan komponen utama pendidikan seperti kurikulum, sumberdaya manusia pendidikan yang berkualitas, sarana dan prasarana, serta pembiayaan. <br />
Belajar dari kondisi tersebut, solusi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menerbitkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan Visi dan Misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misinya adalah:<br />
1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; <br />
2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat regional, nasional, dan internasional; <br />
3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; <br />
4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;<br />
5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;<br />
6) meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan <br />
7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional tersebut, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria yang esensial dari berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Standar nasional pendidikan sebagai penjabaran visi dan misi pendidikan nasional tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada dasarnya Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. <br />
<br />
<br />
A. Pengertian Standar<br />
Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan. Standar dapat juga diartikan sebagai spesifikasi teknis yang tersedia untuk masyarakat yang merupakan kerja sama dan konsensus umum yang didasarkan pada IPTEK dan pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang. <br />
B. Pengertian Standar Pengelolaan<br />
Standar Pengelolaan adalah Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan. <br />
C. Pengertian Pendidikan<br />
Menurut Undang- Undang tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003).<br />
D. Pengertian Standar Pengelolaan Pendidikan<br />
Standar Pengelolaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan. <br />
E. Dasar Hukum<br />
a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional<br />
Pasal 50<br />
(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.<br />
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.<br />
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.<br />
(4) Pemerintah Daerah Provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.<br />
(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.<br />
(6) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.<br />
(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peratutan Pemerintah.<br />
Pasal 51<br />
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.<br />
(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.<br />
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />
Pasal 52<br />
(1) Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.<br />
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />
b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan<br />
Menurut PP No 19 Tahun 2005, Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.<br />
Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan.<br />
Pasal 49<br />
(1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas<br />
(2) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundangundangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.<br />
Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah<br />
Pasal 59<br />
(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:<br />
a. wajib belajar;<br />
b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;<br />
c. penuntasan pemberantasan buta aksara;<br />
d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;<br />
e. peningkatan status guru sebagai profesi;<br />
f. akreditasi pendidikan;<br />
g. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat; <br />
h. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.<br />
Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah<br />
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:<br />
a. wajib belajar;<br />
b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;<br />
c. penuntasan pemberantasan buta aksara;<br />
d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;<br />
e. peningkatan status guru sebagai profesi;<br />
f. peningkatan mutu dosen;<br />
g. standarisasi pendidikan;<br />
h. akreditasi pendidikan;<br />
i. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;<br />
j. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan; <br />
k. Penjaminan mutu pendidikan nasional.<br />
c) Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan<br />
Standar Pengelolaan Pendidikan disajikan pada Diklat Peningkatan Profesi Pengawas TK/SD dan Kepala Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo Tahun 2007 Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tanggal 23 Mei Tahun 2007 Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan sekolah didasarkan pada:<br />
A. PERENCANAAN PROGRAM<br />
1. Visi Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya.<br />
b. Visi sekolah/madrasah:<br />
1) Dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;<br />
2) Mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;<br />
3) Dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;<br />
4) Diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;<br />
5) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;<br />
6) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.<br />
2. Misi Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan misi serta mengembangkannya.<br />
b. Misi sekolah/madrasah:<br />
1) Memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah/madrasah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;<br />
2) Merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;<br />
3) Menjadi dasar program pokok sekolah/madrasah;<br />
4) Menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh sekolah/madrasah;<br />
5) Memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program sekolah/madrasah;<br />
6) Memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit sekolah/madrasah yang terlibat;<br />
7) Dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;<br />
8) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;<br />
9) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.<br />
3. Tujuan Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan tujuan serta mengembangkannya.<br />
b. Tujuan sekolah/madrasah:<br />
1) Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);<br />
2) Mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat;<br />
3) Mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah/madrasah dan Pemerintah;<br />
4) Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;<br />
5) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan.<br />
4. Rencana Kerja Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah membuat:<br />
1) Rencana kerja jangka menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;<br />
2) Rencana kerja tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka menengah.<br />
b. Rencana kerja jangka menengah dan tahunan sekolah/madrasah:<br />
1) Disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah/madrasah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Pada sekolah/madrasah swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh penyelenggara sekolah/madrasah;<br />
2) Dituangkan dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.<br />
c. Rencana kerja empat tahun dan tahunan disesuaikan dengan persetujuan rapat dewan pendidik dan pertimbangan komite sekolah/madrasah.<br />
d. Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan sekolah/madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.<br />
e. Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai:<br />
1) Kesiswaan;<br />
2) Kurikulum dan kegiatan pembelajaran;<br />
3) Pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;<br />
4) Sarana dan prasarana;<br />
5) Keuangan dan pembiayaan;<br />
6) Budaya dan lingkungan sekolah;<br />
7) Peranserta masyarakat dan kemitraan;<br />
8) Rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu.<br />
<br />
B. PELAKSANAAN RENCANA KERJA<br />
1. Pedoman Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah membuat dan memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.<br />
b. Perumusan pedoman sekolah/madrasah:<br />
1) Mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah/madrasah;<br />
2) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.<br />
c. Pedoman pengelolaan sekolah/madrasah meliputi:<br />
1) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP);<br />
2) kalender pendidikan/akademik;<br />
3) struktur organisasi sekolah/madrasah;<br />
4) pembagian tugas di antara guru;<br />
5) pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;<br />
6) peraturan akademik;<br />
7) tata tertib sekolah/madrasah;<br />
8) kode etik sekolah/madrasah;<br />
9) biaya operasional sekolah/madrasah.<br />
10) Pedoman sekolah/madrasah berfungsi sebagai petunjuk pelaksanaan operasional.<br />
e. Pedoman pengelolaan KTSP, kalender pendidikan dan pembagian tugas pendidik dan tenaga kependidikan dievaluasi dalam skala tahunan, sementara lainnya dievaluasi sesuai kebutuhan.<br />
2. Struktur Organisasi Sekolah/Madrasah<br />
a. Struktur organisasi sekolah/madrasah berisi tentang sistem penyelenggaraan dan administrasi yang diuraikan secara jelas dan transparan.<br />
b. Semua pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan mempunyai uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas tentang keseluruhan penyelenggaraan dan administrasi sekolah/madrasah.<br />
c. Pedoman yang mengatur tentang struktur organisasi sekolah/madrasah:<br />
1) memasukkan unsur staf administrasi dengan wewenang dan tanggungjawab yang jelas untuk menyelenggarakan administrasi secara optimal;<br />
2) dievaluasi secara berkala untuk melihat efektifitas mekanisme kerja pengelolaan sekolah;<br />
3) diputuskan oleh kepala sekolah/madrasah dengan mempertimbangkan pendapat dari komite sekolah/madrasah.<br />
3. Pelaksanaan Kegiatan Sekolah/Madrasah<br />
a. Kegiatan sekolah/madrasah:<br />
1) dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tahunan;<br />
2) dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan yang didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang ada.<br />
b. Pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan perlu mendapat persetujuan melalui rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.<br />
c. Kepala sekolah/madrasah mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengelolaan bidang akademik pada rapat dewan pendidik dan bidang nonakademik pada rapat komite sekolah/madrasah dalam bentuk laporan pada akhir tahun ajaran yang disampaikan sebelum penyusunan rencana kerja tahunan berikutnya.<br />
<br />
<br />
4. Bidang Kesiswaan<br />
a. Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik yang meliputi:<br />
1) Kriteria calon peserta didik:<br />
• SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog;<br />
• SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;<br />
• SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat;<br />
• SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.<br />
2) Penerimaan peserta didik sekolah/madrasah dilakukan:<br />
• secara obyektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah/madrasah;<br />
• tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/MTs penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;<br />
• berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK, dan kriteria tambahan bagi SMK/MAK;<br />
• sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah.<br />
3) Orientasi peserta didik baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan dengan pengawasan guru.<br />
b. Sekolah/Madrasah:<br />
1) memberikan layanan konseling kepada peserta didik;<br />
2) melaksanakan kegiatan ekstra dan kokurikuler untuk para peserta didik;<br />
3) melakukan pembinaan prestasi unggulan;<br />
4) melakukan pelacakan terhadap alumni.<br />
5. Bidang Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran<br />
a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun KTSP.<br />
2) Penyusunan KTSP memperhatikan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya.<br />
3) KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah, potensi atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.<br />
4) Kepala Sekolah/Madrasah bertanggungjawab atas tersusunnya KTSP.<br />
5) Wakil Kepala SMP/MTs dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab atas pelaksanaan penyusunan KTSP.<br />
6) Setiap guru bertanggungjawab menyusun silabus setiap mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP.<br />
7) Dalam penyusunan silabus, guru dapat bekerjasama dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), atau Perguruan Tinggi.<br />
8) Penyusunan KTSP tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Khusus untuk penyusunan KTSP Pendidikan Agama (PA) tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan untuk SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.<br />
9) Penyusunan KTSP tingkat MI dan MTs dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan MA dan MAK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi.<br />
b. Kalender Pendidikan<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur.<br />
2) Penyusunan kalender pendidikan/akademik:<br />
• didasarkan pada Standar Isi;<br />
• berisi mengenai pelaksanaan aktivitas sekolah/madrasah selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;<br />
• diputuskan dalam rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.<br />
3) Sekolah/Madrasah menyusun jadwal penyusunan KTSP.<br />
4) Sekolah/Madrasah menyusun mata pelajaran yang dijadwalkan pada semester gasal, dan semester genap.<br />
c. Program Pembelajaran<br />
1) Sekolah/Madrasah menjamin mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dan program pendidikan tambahan yang dipilihnya.<br />
2) Kegiatan pembelajaran didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya, serta Standar Proses dan Standar Penilaian.<br />
3) Mutu pembelajaran di sekolah/madrasah dikembangkan dengan:<br />
• model kegiatan pembelajaran yang mengacu pada Standar Proses;<br />
• melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis;<br />
• tujuan agar peserta didik mencapai pola pikir dan kebebasan berpikir sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang berupa berpikir, berargumentasi, mempertanyakan, mengkaji, menemukan, dan memprediksi;<br />
• pemahaman bahwa keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman konsep, tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh guru.<br />
4) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya agar peserta didik mampu:<br />
• meningkat rasa ingin tahunya;<br />
• mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan pendidikan;<br />
• memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber informasi;<br />
• mengolah informasi menjadi pengetahuan;<br />
• menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah;<br />
• mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain; dan<br />
• mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar.<br />
5) Kepala sekolah/madrasah bertanggungjawab terhadap kegiatan pembelajaran sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Pemerintah.<br />
6) Kepala SD/MI/SDLB/SMPLB/SMALB, wakil kepala SMP/MTs, dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran.<br />
7) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya dengan cara:<br />
• merujuk perkembangan metode pembelajaran mutakhir;<br />
• menggunakan metoda pembelajaran yang bervariasi, inovatif dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran;<br />
• menggunakan fasilitas, peralatan, dan alat bantu yang tersedia secara efektif dan efisien;<br />
• memperhatikan sifat alamiah kurikulum, kemampuan peserta didik, dan pengalaman belajar sebelumnya yang bervariasi serta kebutuhan khusus bagi peserta didik dari yang mampu belajar dengan cepat sampai yang lambat;<br />
• memperkaya kegiatan pembelajaran melalui lintas kurikulum, hasil-hasil penelitian dan penerapannya;<br />
• mengarahkan kepada pendekatan kompetensi agar dapat menghasilkan lulusan yang mudah beradaptasi, memiliki motivasi, kreatif, mandiri, mempunyai etos kerja yang tinggi, memahami belajar seumur hidup, dan berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.<br />
d. Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun program penilaian hasil belajar yang berkeadilan, bertanggung jawab dan berkesinambungan.<br />
2) Penyusunan program penilaian hasil belajar didasarkan pada Standar Penilaian Pendidikan.<br />
3) Sekolah/Madrasah menilai hasil belajar untuk seluruh kelompok mata pelajaran, dan membuat catatan keseluruhan, untuk menjadi bahan program remedial, klarifikasi capaian ketuntasan yang direncanakan, laporan kepada pihak yang memerlukan, pertimbangan kenaikan kelas atau kelulusan, dan dokumentasi.<br />
4) Seluruh program penilaian hasil belajar disosialisasikan kepada guru.<br />
5) Program penilaian hasil belajar perlu ditinjau secara periodik, berdasarkan data kegagalan/kendala pelaksanaan program termasuk temuan penguji eksternal dalam rangka mendapatkan rencana penilaian yang lebih adil dan bertanggung jawab.<br />
6) Sekolah/Madrasah menetapkan prosedur yang mengatur transparansi sistem evaluasi hasil belajar untuk penilaian formal yang berkelanjutan.<br />
7) Semua guru mengembalikan hasil kerja siswa yang telah dinilai.<br />
8) Sekolah/Madrasah menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional yang mengatur mekanisme penyampaian ketidakpuasan peserta didik dan penyelesaiannya mengenai penilaian hasil belajar.<br />
9) Penilaian meliputi semua kompetensi dan materi yang diajarkan.<br />
10) Seperangkat metode penilaian perlu disiapkan dan digunakan secara terencana untuk tujuan diagnostik, formatif dan sumatif, sesuai dengan metode/strategi pembelajaran yang digunakan.<br />
11) Sekolah/Madrasah menyusun ketentuan pelaksanaan penilaian hasil belajar sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan.<br />
12) Kemajuan yang dicapai oleh peserta didik dipantau, didokumentasikan secara sistematis, dan digunakan sebagai balikan kepada peserta didik untuk perbaikan secara berkala.<br />
13) Penilaian yang didokumentasikan disertai bukti kesahihan, keandalan, dan dievaluasi secara periodik untuk perbaikan metode penilaian.<br />
14) Sekolah/Madrasah melaporkan hasil belajar kepada orang tua peserta didik, komite sekolah/madrasah, dan institusi di atasnya.<br />
e. Peraturan Akademik<br />
1) Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan Peraturan Akademik.<br />
2) Peraturan Akademik berisi:<br />
• persyaratan minimal kehadiran siswa untuk mengikuti pelajaran dan tugas dari guru;<br />
• ketentuan mengenai ulangan, remedial, ujian, kenaikan kelas, dan kelulusan;<br />
• ketentuan mengenai hak siswa untuk menggunakan fasilitas belajar, laboratorium, perpustakaan, penggunaan buku pelajaran, buku referensi, dan buku perpustakaan;<br />
• ketentuan mengenai layanan konsultasi kepada guru mata pelajaran, wali kelas, dan konselor.<br />
3) Peraturan akademik diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.<br />
6. Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan<br />
a. Sekolah/Madrasah menyusun program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan. <br />
b. Program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan:<br />
1. disusun dengan memperhatikan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan;<br />
2. dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah, termasuk pembagian tugas, mengatasi bila terjadi kekurangan tenaga, menentukan sistem penghargaan, dan pengembangan profesi bagi setiap pendidik dan tenaga kependidikan serta menerapkannya secara profesional, adil, dan terbuka.<br />
c. Pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan tambahan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara sekolah/madrasah.<br />
d. Sekolah/Madrasah perlu mendukung upaya:<br />
1. promosi pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan asas kemanfaatan, kepatutan, dan profesionalisme;<br />
2. pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan yang diidentifikasi secara sistematis sesuai dengan aspirasi individu, kebutuhan kurikulum dan sekolah/madrasah;<br />
3. penempatan tenaga kependidikan disesuaikan dengan kebutuhan baik jumlah maupun kualifikasinya dengan menetapkan prioritas;<br />
4. mutasi tenaga kependidikan dari satu posisi ke posisi lain didasarkan pada analisis jabatan dengan diikuti orientasi tugas oleh pimpinan tertinggi sekolah/madrasah yang dilakukan setelah empat tahun, tetapi bisa diperpanjang berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan untuk tenaga kependidikan tambahan tidak ada mutasi.<br />
e. Sekolah/Madrasah mendayagunakan:<br />
1. kepala sekolah/madrasah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pimpinan pengelolaan sekolah/madrasah;<br />
2. wakil kepala SMP/MTs melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah;<br />
3. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang kurikulum melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola bidang kurikulum;<br />
4. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang sarana prasarana melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola sarana prasarana;<br />
5. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang kesiswaan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola peserta didik;<br />
6. wakil kepala SMK bidang hubungan industri melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri;<br />
7. guru melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai agen pembelajaran yang memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia berkualitas dan mampu mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum;<br />
8. konselor melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik;<br />
9. pelatih/instruktur melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kegiatan pelatihan;<br />
10. tenaga perpustakaan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya melaksanakan pengelolaan sumber belajar di perpustakaan;<br />
11. tenaga laboratorium melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya membantu guru mengelola kegiatan praktikum di laboratorium;<br />
12. teknisi sumber belajar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mempersiapkan, merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran;<br />
13. tenaga administrasi melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pelayanan administratif;<br />
14. tenaga kebersihan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan layanan kebersihan lingkungan.<br />
<br />
7. Bidang Sarana dan Prasarana<br />
a. Sekolah/Madrasah menetapkan kebijakan program secara tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana.<br />
b. Program pengelolaan sarana dan prasarana mengacu pada Standar Sarana dan Prasarana dalam hal:<br />
1. merencanakan, memenuhi dan mendayagunakan sarana dan prasarana pendidikan;<br />
2. mengevaluasi dan melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana agar tetap berfungsi mendukung proses pendidikan;<br />
3. melengkapi fasilitas pembelajaran pada setiap tingkat kelas di sekolah/madrasah;<br />
4. menyusun skala prioritas pengembangan fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan dan kurikulum masing-masing tingkat;<br />
5. pemeliharaan semua fasilitas fisik dan peralatan dengan memperhatikan kesehatan dan keamanan lingkungan.<br />
c. Seluruh program pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan disosialisasikan kepada pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik.<br />
d. Pengelolaan sarana prasarana sekolah/madrasah:<br />
1. direncanakan secara sistematis agar selaras dengan pertumbuhan kegiatan akademik dengan mengacu Standar Sarana dan Prasarana;<br />
2. dituangkan dalam rencana pokok (master plan) yang meliputi gedung dan laboratorium serta pengembangannya.<br />
e. Pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah perlu:<br />
1. menyediakan petunjuk pelaksanaan operasional peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya;<br />
2. merencanakan fasilitas peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidik;<br />
3. membuka pelayanan minimal enam jam sehari pada hari kerja;<br />
4. melengkapi fasilitas peminjaman antar perpustakaan, baik internal maupun eksternal;<br />
5. menyediakan pelayanan peminjaman dengan perpustakaan dari sekolah/madrasah lain baik negeri maupun swasta.<br />
f. Pengelolaan laboratorium dikembangkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilengkapi dengan manual yang jelas sehingga tidak terjadi kekeliruan yang dapat menimbulkan kerusakan.<br />
g. Pengelolaan fasilitas fisik untuk kegiatan ekstra-kurikuler disesuaikan dengan perkembangan kegiatan ekstra-kurikuler peserta didik dan mengacu pada Standar Sarana dan Prasarana.<br />
8. Bidang Keuangan dan Pembiayaan<br />
a. Sekolah/Madrasah menyusun pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada Standar Pembiayaan.<br />
b. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional Sekolah/Madrasah mengatur:<br />
1. sumber pemasukan, pengeluaran dan jumlah dana yang dikelola;<br />
2. penyusunan dan pencairan anggaran, serta penggalangan dana di luar dana investasi dan operasional;<br />
3. kewenangan dan tanggungjawab kepala sekolah/madrasah dalam membelanjakan anggaran pendidikan sesuai dengan peruntukannya;<br />
4. pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran, untuk dilaporkan kepada komite sekolah/madrasah, serta institusi di atasnya.<br />
c. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah serta mendapatkan persetujuan dari institusi di atasnya.<br />
d. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel.<br />
<br />
9. Budaya dan Lingkungan Sekolah/Madrasah<br />
a. Sekolah/Madrasah menciptakan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien dalam prosedur pelaksanaan.<br />
b. Prosedur pelaksanaan penciptaan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan:<br />
1) berisi prosedur tertulis mengenai informasi kegiatan penting minimum yang akan dilaksanakan;<br />
2) memuat judul, tujuan, lingkup, tanggung jawab dan wewenang, serta penjelasannya;<br />
3) diputuskan oleh kepala sekolah/madrasah dalam rapat dewan pendidik.<br />
c. Sekolah/Madrasah menetapkan pedoman tata-tertib yang berisi:<br />
1. tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, termasuk dalam hal menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan;<br />
2. petunjuk, peringatan, dan larangan dalam berperilaku di Sekolah/Madrasah, serta pemberian sangsi bagi warga yang melanggar tata tertib.<br />
d. Tata tertib sekolah/madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan masukan komite sekolah/madrasah, dan peserta didik.<br />
e. Sekolah/Madrasah menetapkan kode etik warga sekolah/madrasah yang memuat norma tentang:<br />
1. hubungan sesama warga di dalam lingkungan sekolah/madrasah dan hubungan antara warga sekolah/madrasah dengan masyarakat;<br />
2. sistem yang dapat memberikan penghargaan bagi yang mematuhi dan sangsi bagi yang melanggar.<br />
f. Kode etik sekolah/madrasah ditanamkan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menegakkan etika sekolah/madrasah.<br />
g. Sekolah/Madrasah perlu memiliki program yang jelas untuk meningkatkan kesadaran beretika bagi semua warga sekolah/madrasahnya.<br />
h. Kode etik sekolah/madrasah yang mengatur peserta didik memuat norma untuk:<br />
1. menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya;<br />
2. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan;<br />
3. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi ketentuan pembelajaran dan mematuhi semua peraturan yang berlaku;<br />
4. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial di antara teman;<br />
5. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi sesama;<br />
6. mencintai lingkungan, bangsa, dan negara; serta<br />
7. menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban,keamanan, keindahan, dan kenyamanan sekolah/madrasah.<br />
i. Peserta didik dalam menjaga norma pendidikan perlu mendapat bimbingan dengan keteladanan, pembinaan dengan membangun kemauan, serta pengembangan kreativitas dari pendidik dan tenaga kependidikan.<br />
j. Kode etik sekolah/madrasah yang mengatur guru dan tenaga kependidikan memasukkan larangan bagi guru dan tenaga kependidikan, secara perseorangan maupun kolektif, untuk:<br />
1. menjual buku pelajaran, seragam/bahan pakaian sekolah/madrasah, dan/atau perangkat sekolah lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada peserta didik;<br />
2. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik;<br />
3. memungut biaya dari peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan peraturan dan undang-undang;<br />
4. melakukan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencederai integritas hasil Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional.<br />
k. Kode etik sekolah/madrasah diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.<br />
10. Peranserta Masyarakat dan Kemitraan Sekolah/Madrasah<br />
a) Sekolah/Madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.<br />
b) Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik.<br />
c) Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan non-akademik.<br />
d) Keterlibatan peranserta warga sekolah/madrasah dan masyarakat dalam pengelolaan dibatasi pada kegiatan tertentu yang ditetapkan.<br />
e) Setiap sekolah/madrasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, berkaitan dengan input, proses, output, dan pemanfaatan lulusan.<br />
f) Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah atau non-pemerintah.<br />
g) Kemitraan SD/MI/SDLB atau yang setara dilakukan minimal dengan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara, serta dengan TK/RA/BA atau yang setara di lingkungannya.<br />
h) Kemitraan SMP/MTs/SMPLB, atau yang setara dilakukan minimal dengan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK, SD/MI atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri.<br />
i) Kemitraan SMA/SMK, MA/MAK, atau yang setara dilakukan minimal dengan perguruan tinggi, SMP/MTs, atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri di lingkungannya.<br />
j) Sistem kemitraan sekolah/madrasah ditetapkan dengan perjanjian secara tertulis.<br />
C. PENGAWASAN DAN EVALUASI<br />
1. Program Pengawasan<br />
a Sekolah/Madrasah menyusun program pengawasan secara obyektif, bertanggung jawab dan berkelanjutan.<br />
b Penyusunan program pengawasan di sekolah/madrasah didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan.<br />
c Program pengawasan disosialisasikan ke seluruh pendidik dan tenaga kependidikan.<br />
d Pengawasan pengelolaan sekolah/madrasah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.<br />
e Pemantauan pengelolaan sekolah/madrasah dilakukan oleh komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkelanjutan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan.<br />
f Supervisi pengelolaan akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah/madrasah.<br />
g Guru melaporkan hasil evaluasi dan penilaian sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah dan orang tua/wali peserta didik.<br />
h Tenaga kependidikan melaporkan pelaksanaan teknis dari tugas masingmasing sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah. kepala sekolah/madrasah, secara terus menerus melakukan pengawasan pelaksanaan tugas tenaga kependidikan.<br />
i Kepala sekolah/madrasah melaporkan hasil evaluasi kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan sekurangkurangnya setiap akhir semester.<br />
j Pengawas sekolah melaporkan hasil pengawasan di sekolah kepada bupati/walikota melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan sekolah yang bersangkutan, setelah dikonfirmasikan pada sekolah terkait.<br />
k Pengawas madrasah melaporkan hasil pengawasan di madrasah kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan pada madrasah yang bersangkutan, setelah dikonfirmasikan pada madrasah terkait.<br />
l Setiap pihak yang menerima laporan hasil pengawasan menindaklanjuti laporan hasil pengawasan tersebut dalam rangka meningkatkan mutu sekolah/madrasah, termasuk memberikan sanksi atas penyimpangan yang ditemukan.<br />
m Sekolah/Madrasah mendokumentasikan dan menggunakan hasil pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan serta catatan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja sekolah/madrasah, dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan secara keseluruhan.<br />
2. Evaluasi Diri<br />
a Sekolah/Madrasah melakukan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah/madrasah.<br />
b Sekolah/Madrasah menetapkan prioritas indikator untuk mengukur, menilai kinerja, dan melakukan perbaikan dalam rangka pelaksanaan Standar- Nasional Pendidikan.<br />
c Sekolah/Madrasah melaksanakan:<br />
1. evaluasi proses pembelajaran secara periodik, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, pada akhir semester akademik;<br />
2. evaluasi program kerja tahunan secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, pada akhir tahun anggaran sekolah/madrasah.<br />
d. Evaluasi diri sekolah/madrasah dilakukan secara periodik berdasar pada data dan informasi yang sahih.<br />
3. Evaluasi dan Pengembangan KTSP<br />
Proses evaluasi dan pengembangan KTSP dilaksanakan secara:<br />
a komprehensif dan fleksibel dalam mengadaptasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir;<br />
b berkala untuk merespon perubahan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta perubahan sistem pendidikan, maupun perubahan sosial;<br />
c integratif dan monolitik sejalan dengan perubahan tingkat mata pelajaran;<br />
d menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak meliputi: dewan pendidik, komite sekolah/madrasah, pemakai lulusan, dan alumni.<br />
4. Evaluasi Pendayagunaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan<br />
a Evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan direncanakan secara komprehensif pada setiap akhir semester dengan mengacu pada Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.<br />
b Evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan meliputi kesesuaian penugasan dengan keahlian, keseimbangan beban kerja, dan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas.<br />
c Evaluasi kinerja pendidik harus memperhatikan pencapaian prestasi dan perubahan-perubahan peserta didik.<br />
5. Akreditasi Sekolah/Madrasah<br />
a Sekolah/Madrasah menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengikuti akreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />
b Sekolah/Madrasah meningkatkan status akreditasi, dengan menggunakan lembaga akreditasi eksternal yang memiliki legitimasi.<br />
c Sekolah/Madrasah harus terus meningkatkan kualitas kelembagaannya secara holistik dengan menindaklanjuti saran-saran hasil akreditasi.<br />
D. KEPEMIMPINAN SEKOLAH/MADRASAH<br />
1. Setiap sekolah/madrasah dipimpin oleh seorang kepala sekolah/madrasah.<br />
2. Kriteria untuk menjadi kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah berdasarkan ketentuan dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan.<br />
3. Kepala SMP/MTs/SMPLB dibantu minimal oleh satu orang wakil kepalasekolah/madrasah.<br />
4. Kepala SMA/MA dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah/madrasah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK dibantu empat wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan dunia industri. Dalam hal tertentu atau sekolah/madrasah yang masih dalam taraf pengembangan, kepala sekolah/madrasah dapat menugaskan guru untuk melaksanakan fungsi wakil kepala sekolah/madrasah.<br />
5. Wakil kepala sekolah/madrasah dipilih oleh dewan pendidik, dan prosespengangkatan serta keputusannya, dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah/madrasah kepada institusi di atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, institusi dimaksud adalah penyelenggara sekolah/madrasah.<br />
6. Kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah memiliki kemampuan memimpin yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkannya dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sesuai dengan Standar Pengelolaan Satuan Pendidikan.<br />
7. Kepala sekolah/madrasah:<br />
a menjabarkan visi ke dalam misi target mutu;<br />
b merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai;<br />
c menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan sekolah/madrasah;<br />
d membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu;<br />
e bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/madrasah;<br />
f melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, pengambilan keputusan tersebut harus melibatkan penyelenggara sekolah/madrasah;<br />
g berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua peserta didik dan masyarakat;<br />
h menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik;<br />
i menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik;<br />
j bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif mengenai pelaksanaan kurikulum;<br />
k melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah;<br />
l meningkatkan mutu pendidikan;<br />
m memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;<br />
n memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/madrasah;<br />
o membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan program pembelajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga kependidikan;<br />
p menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah/madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif;<br />
q menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat, dan komite sekolah/madrasah menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat;<br />
r memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab.<br />
8. Kepala sekolah/madrasah dapat mendelegasikan sebagian tugas dan kewenangan kepada wakil kepala sekolah/madrasah sesuai dengan bidangnya.<br />
E. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN<br />
1. Sekolah/Madrasah:<br />
a mengelola sistem informasi manajemen yang memadai untuk mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efisien dan akuntabel;<br />
b menyediakan fasilitas informasi yang efesien, efektif dan mudah diakses;<br />
c menugaskan seorang guru atau tenaga kependidikan untuk melayani permintaan informasi maupun pemberian informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah/madrasah baik secara lisan maupun tertulis dan semuanya direkam dan didokumentasikan;<br />
d melaporkan data informasi sekolah/madrasah yang telah terdokumentasikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.<br />
2. Komunikasi antar warga sekolah/madrasah di lingkungan sekolah/madrasah dilaksanakan secara efisien dan efektif.<br />
F. PENILAIAN KHUSUS<br />
Keberadaan sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan Pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-66612230404474597772010-05-15T06:05:00.001-07:002010-05-28T23:07:38.187-07:00STANDAR PROSES PENDIDIKANSTANDAR PROSES PENDIDIKAN<br />
<br />
<br />
1. Definisi standar, proses, pendidikan, dan Standar Proses Pendidikan<br />
Standar dapat diartikan sebagai persyaratan yang biasanya berupa suatu ukuran yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis yang seragam. Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, yang mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Sedangkan pendidikan adalah segala usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jika ditinjau dari definisi diatas, maka standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.<br />
Dasar hukum yang mengatur standar proses pendidikan terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.<br />
2. Komponen-komponen dalam Standar Proses Pendidikan<br />
2.1 Perencanaan Proses Pembelajaran<br />
2.1.1. Silabus<br />
2.1.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran<br />
Komponen RPP adalah:<br />
a. Identitas mata pelajaran<br />
b. Standar kompetensi<br />
c. Kompetensi dasar<br />
d. Indikator pencapaian kompetensi<br />
e. Tujuan pembelajaran<br />
f. Materi ajar<br />
g. Alokasi waktu<br />
h. Metode pembelajaran<br />
i. Kegiatan pembelajaran<br />
1) Pendahuluan<br />
2) Inti<br />
3) Penutup<br />
j. Sumber belajar<br />
k. Penilaian hasil belajar<br />
<br />
2.2. Pelaksanaan Proses Pembelajaran<br />
2.2.1. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran<br />
Berikut ini syarat-syarat terlaksananya suatu proses pembelajaran.<br />
a. Rombongan belajar<br />
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan be¬lajar adalah:<br />
1) SD/MI : 28 peserta didik<br />
2) SMP/MT : 32 peserta didik<br />
3) SMA/MA : 32 peserta didik<br />
4) SMK/MAK : 32 peserta didik.<br />
b. Beban kerja minimal guru<br />
1) beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pem¬belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksana¬kan tugas tambahan;<br />
2) beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada 1) di atas adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.<br />
c. Buku teks pelajaran<br />
1) buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh se¬kolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku¬buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;<br />
2) rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;<br />
3) selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku refe¬rensi dan sumber belajar lainnya;<br />
4) guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di per¬pustakaan sekolah/madrasah.<br />
d. Pengelolaan kelas<br />
1) guru mengatur tempat duduk sesuai dengan ka¬rakteristik peserta didik dan mata pelajaran, sertaaktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;<br />
2) volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik;<br />
3) tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;<br />
4) guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kece¬patan dan kemampuan belajar peserta didik;<br />
5) guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dankeputusan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran;<br />
6) guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung;<br />
7) guru menghargai pendapat peserta didik;<br />
8) guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;<br />
9) pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya; dan<br />
10) guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.¬<br />
2.2.2. Pelaksanaan Pembelajaran<br />
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.<br />
a. Pembelajaran Tatap Muka<br />
b. Kegiatan Tutorial<br />
c. Kegiatan Mandiri<br />
2.3. Penilaian Hasil Pembelajaran<br />
Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dalam bentuk tertulis atau lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.<br />
<br />
2.4. Pengawasan Proses Pembelajaran<br />
2.4.1. Pemantauan<br />
2.4.2. Supervisi<br />
2.4.3. Evaluasi<br />
2.4.4. Pelaporan<br />
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.<br />
2.4.5. Tindak lanjutlia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-39931173225683609882010-05-15T06:04:00.001-07:002010-05-28T23:08:11.666-07:00SUPERVISI PENDIDIKANSUPERVISI PENDIDIKAN<br />
<br />
A. Pengertian Supervisi Pendidikan<br />
<br />
Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut :<br />
1) Etimologi, Istilah supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.<br />
2) Morfologis, Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata, yaitu Super berarti atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang mempunyai posisi di atas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang disupervisinya.<br />
3) Semantik, Pada hakekatnya isi yang terkandung dalam definisi yang rumusannya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey merumuskan supervisi sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar.<br />
Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki, yakni :<br />
1) Kemampuan personal,<br />
2) Kemampuan profesional<br />
3) Kemampuan sosial (Depdiknas, 1982).<br />
Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut, “serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor (Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula.“ Pembinaan profesional guru, yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.<br />
<br />
B. Latar Belakang<br />
<br />
Swearingen mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam dalam kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut :<br />
1. Latar Belakang Kultural, Pendidikan berakar dari budaya arif lokal setempat.<br />
2. Latar Belakang Filosofis, Suatu system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu bangsa.<br />
3. Latar Belakang Psikologis, Secara psikologis supervisi itu berakar mendalam pada pengalaman manusia.<br />
4. Latar Belakang Sosial, Seorang supervisor dalam melakukan tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama<br />
5. Latar Belakang Sosiologis, Secara sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai.<br />
6. Latar Belakang Pertumbuhan Jabatan, Supervisi bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru.<br />
C. FUNGSI SUPERVISI PENDIDIKAN<br />
1. Penelitian (research) → untuk memperoleh gambaran yang jelas dan objektif tentang suatu situasi pendidikan, yang meliputi :<br />
• Perumusan topik<br />
• Pengumpulan data<br />
• Pengolahan data<br />
• Konklusi hasil penelitian<br />
2. Penilaian (evaluation) → lebih menekankan pada aspek positif daripada negatif.<br />
3. Perbaikan (improvement) → dapat mengatahui bagaimana situasi pendidikan atau pengajaran pada umumnya dan situasi belajar mengajarnya.<br />
4. Pembinaan → berupa bimbingan (guidance) ke arah pembinaan diri yang disupervisi.<br />
<br />
D. JENIS-JENIS SUPERVISI PENDIDIKAN BERDASARKAN PROSESNYA<br />
1. Koraktif : lebih mencari kesalahan.<br />
2. Preventif : mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.<br />
3. Konstruktif : membangun (dapat memperbiki jika terjadi kesalahan).<br />
4. Kreatif : menekankan inisiatif dan kebebasan berfikir.<br />
E. KETERAMPILAN-KETERAMPILAN SUPERVISOR PENDIDIKAN<br />
1. Keterampilan dalam kepemimpinan (leadership)<br />
2. Keterampilan dalam proses kelompok<br />
3. Keterampilan dalam hubungan insani (human relation)<br />
4. Keterampilan dalam administrasi personal<br />
5. Keterampilan dalam evaluasi (evaluation)<br />
F. TIPE-TIPE SUPERVISOR PENDIDIKAN<br />
1. Otokratis : supervisor penentu segalanya.<br />
2. Demokratis : mementingkan musyawarah mufakat dan bekerjasama atau gontong royong secara kekeluargaan.<br />
3. manipulasi diplomatis : mengarahkan orang yang disupervisi untuk melaksanakan apa yang dikehendaki supervisor dengan cara musulihat.<br />
4. laissez-faire : memberikan kebebasan dan keleluasan kepada orang yang disupervisi untuk melakukan apa yang dianggap mereka baik.<br />
G. MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI SUPERVISI PENDIDIKAN<br />
a. Perbedaan konsep inspeksi dan supervisi pendidikan.<br />
1. perbedaan fungsi<br />
→ inspeksi merupakan suatu jabatan (position) dalam suatu jawatan<br />
→ supervisi merupakan suatu fungsi (funcition) untuk membina perbaikan suatu situasi<br />
2. perbedaan prinsip<br />
→ inspeksi dilaksanakan berdasarkan prinsip otokrasi/inspector, atau pengawas<br />
→ supersvisi dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi yang dijiwai oleh fasafah pancasila<br />
b. Perbedaan interpretasi terminologis.<br />
c. Perbedaan aktualisasi fungsi sebagai administrator dan supervisor pendidikan.<br />
→ administrator berfungsi mengatur agar segala sesuatu berjalan dengan baik.<br />
→ supervisor berfungsi membina agar sesuatu itu berjalan secara lebih baik dan lebih lancar lagi (meningkatkan mutu) dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.<br />
d. Perbedaan konsepsional tentang kepemimpinan dan kekuasaan.<br />
→ kekuatan mendapat yang diberikan tidak disertai wewenang bertindak, sehingga bukan hanya sulit, ia juga tidak tau apa yang menjadi wewenangnya.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-73838025808686242562010-05-15T06:03:00.000-07:002010-05-28T23:08:41.004-07:00PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKANPENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKAN<br />
<br />
1) Pengertian<br />
Menurut UU no 14 tahun 2005 (UU dosen dan Guru), Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Tenaga kependidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 dan pasal 39 adalah anggota masyarakt yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tenaga pendidikan bertugas melaksanakan pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenagan professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembibingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutam bagi pendidik pada perguruan tinggi.<br />
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman. Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45).<br />
2) Dimensi-dimensi Kompetensi Guru<br />
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.<br />
Kompetensi Pedagogik<br />
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas(2004;9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar-mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar dan kemampuan melakukan penilaian..<br />
Kompetensi Menyusun Rencana PembelajaranMenurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan:<br />
(1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,<br />
(2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,<br />
(3) merencanakan pengelolaan kelas,<br />
(4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan<br />
(5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.<br />
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi<br />
(1) mampu mendeskripsikan tujuan,<br />
(2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi,<br />
(4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran,<br />
(5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran,<br />
(6) mampu menyusun perangkat penilaian,<br />
(7) mampu menentukan teknik penilaian, dan<br />
(8) mampu mengalokasikan waktu.<br />
a. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar<br />
Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:<br />
(1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran,<br />
(2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran,<br />
(3) berkomunikasi dengan siswa,<br />
(4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan<br />
(5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.<br />
b. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar<br />
Melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi<br />
(1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,<br />
(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda,<br />
(3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid,<br />
(4) mampu memeriksa jawab,<br />
(5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian,<br />
(6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian,<br />
(7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,<br />
(8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian,<br />
(9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian,<br />
(10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis,<br />
<br />
(11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian,<br />
(12) mengklasifikasi kemampuan siswa,<br />
(13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian,<br />
(14) mampu melaksanakan tindak lanjut,<br />
(15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan<br />
(16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.<br />
Kompetensi Pribadi<br />
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik.<br />
Kompetensi Profesional<br />
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.<br />
Kompetensi Sosial<br />
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.<br />
<br />
BIMBINGAN KONSELING<br />
<br />
A. Latar Belakang<br />
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.<br />
Di Sekolah Dasar, kegiatan Bimbingan Konseling tidak diberikan oleh Guru Pembimbing secara khusus seperti di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Guru kelas harus menjalankan tugasnya secara menyeluruh, baik tugas menyampaikan semua materi pelajaran (kecuali Agama dan Penjaskes) dan memberikan layanan bimbingan konseling kepada semua siswa tanpa terkecuali. Ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:<br />
(1) masalah perkembangan individu,<br />
(2) masalah perbedaan individual,<br />
(3) masalah kebutuhan individu,<br />
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan<br />
(5) masalah belajar.<br />
<br />
<br />
B. Pengertian Bimbingan dan Konseling<br />
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.<br />
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.<br />
<br />
C. Tujuan Bimbingan dan Konseling<br />
a.Tujuan Umum<br />
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />
b.Tujuan Khusus<br />
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.<br />
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.<br />
<br />
<br />
D. Fungsi Bimbingan dan Konseling<br />
Fungsi Pemahaman<br />
Fungsi Preventif<br />
Fungsi Pengembangan<br />
Fungsi Penyembuhan<br />
Fungsi Penyaluran<br />
Fungsi Adaptasi<br />
Fungsi Penyesuaian<br />
Fungsi Perbaikan<br />
Fungsi Fasilitasi<br />
Fungsi Pemeliharaan<br />
E. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling<br />
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli.<br />
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi.<br />
3. Bimbingan menekankan hal yang positif.<br />
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama<br />
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling<br />
6. dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.<br />
F. Asas-asas Bimbingan dan Konseling<br />
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.<br />
1. Asas Kerahasiaan<br />
2. Asas kesukarelaan<br />
3. Asas keterbukaan<br />
4. Asas kegiatan<br />
5. Asas kemandirian<br />
6. Asas Kekinian<br />
7. Asas Kedinamisan<br />
8. Asas Keterpaduan<br />
9. Asas Keharmonisan<br />
10. Asas Keahlian<br />
11. Asas Alih Tangan Kasuslia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-22344995946744371972010-05-15T06:01:00.001-07:002010-05-28T23:09:09.877-07:00PERAN GURU DALAM PEMBELAJARANPERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN<br />
<br />
Guru sebagai agen pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini peran guru terkait dengan peran siswa dalam belajar. Pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah peran tersebut sangat tinggi, karena ada gejala pada diri siswa malas belajar, membolos sekolah, menjawab hanya asal kena (clometan), senda gurau, menggunakan HP bila guru menjelaskan bahan-bahan yang sekiranya perlu difahami hal ini merupakan ketidaksadaran siswa tentang belajar.<br />
Siswa dalam belajar memiliki bermacam-macam motivasi. Menurut Biggs dan Telfer motivasi tersebut adalah sebagai berikut: (1) motivasi instrumental; (2) motivasi social; (3) motivasi instriksik. dan (4) motivasi berprestasi. Motivasi instrumental maksudnya bahwa siswa belajar karena didorong adalah hadiah atau menghidari dari hukuman. Motivasi sosial maksudnya adalah siswa belajar penyelenggaraan tugas, berarti keterlibatan pada tugas menonjol. Motivasi instriksik maksudnya belajar karena keinginan dari diri sendiri. Motivasi instrumental dan motivasi social termasuk kondisi eksternal sedang motivasi instriksik dan motivasi berprestasi termasuk kondisi internal. Motivasi berprestasi dibedakan motivasi berprestasi tinggi dan motvasi berprestasi rendah. Siswa memiliki motivasi berprestasi dan motivasi instriksik diduga siswa akan berusaha belajar segiat mungkin.<br />
Pada motivasi instriksik maka ditemukan sifat perilaku sebagai berikut: (1) siswa kualitas keterlibatnya dalam belajar sangat tinggi berarti guru tinggal memelihara semangat, (2) Perasaan dan keterlibatan ranah afektif tinggi; dalam hal ini guru memelihara keterlibatan belajar siswa. (3) motivasi ini sifatnya memelihara sendiri. Dengan demikian guru harus memeliharan keterlibatan siswa dalam belajar.<br />
Guru harus benar-benar memahami motivasi belajar siswanya dan kemudian memberi motivasi yang tepat. Apabila siswa motivasi berprestasi tinggi, lebih berkeinginan meraih keberhasilan, lebih terlibat dalam tugas-tugas dan tidak menyukai kegagalan, maka dalam hal ini tugas guru menyalurkan semangat kerja keras, dan apabila siswa memiliki motivasi berprestasi rendah, yang pada umumnya lebih suka menghindari dari tugas, maka guru sebaiknya memberi motivasi yang lebih agar siswa tersebut sadar akan belajar dan diharapkan guru mampu berkreasi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.<br />
Istilah guru pada saat ini mengalami penciutan makna. Guru adalah orang yang mengajar di sekolah. Orang yang bertindak seperti guru seandainya di berada di suatu lembaga kursus atau pelatihan tidak disebut guru, tetapi tutor atau pelatih. Padahal mereka itu tetap saja bertindak seperti guru. Mengajarkan hal-hal baru pada peserta didik.<br />
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena antara satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Mungkin kita masih ingat ketika masih duduk di kelas I SD, gurulah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia memegang satu persatu tangan siswanya dan membantu menulis secara benar. Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak bagai pembantu ketika ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang air besar di celana. Guru-lah yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau berkelahi dengan temannya, menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme.<br />
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai :<br />
1. Orang tua, yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.<br />
2. Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.<br />
3. Fasilitator, yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.<br />
4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.<br />
5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.<br />
6. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.<br />
7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.<br />
8. Mengembangkan kreativitas.<br />
9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.<br />
Demikian beberapa peran yang harus dijalani seorang guru dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh para siswanya.Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :<br />
1. Guru Sebagai Pendidik<br />
2. Guru Sebagai Pengajar<br />
3. Guru Sebagai Pembimbing<br />
4. Guru Sebagai Pelatih<br />
5. Guru Sebagai Penasehat<br />
6. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)<br />
7. Guru Sebagai Model dan Teladan<br />
8. Guru Sebagai Pribadi<br />
9. Guru Sebagai Peneliti<br />
10. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas<br />
11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan<br />
12. Guru Sebagai Pekerja Rutin<br />
13. Guru Sebagai Pemindah Kemah<br />
15. Guru Sebagai Aktor<br />
16. Guru Sebagai Emansipator<br />
17. Guru Sebagai Evaluator<br />
18. Guru Sebagai Pengawet<br />
19. Guru Sebagai Kulminatorlia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-17813711163604720842010-05-15T06:00:00.001-07:002010-05-28T23:09:40.669-07:00PROFESI PENDIDIK dan TENAGA KEPENDIDIKANPROFESI PENDIDIK dan TENAGA KEPENDIDIKAN<br />
<br />
1. Pengertian Profesi<br />
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, pendidikan, keuangan, militer, dan teknik.<br />
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.<br />
2. Ciri Khas Profesi<br />
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:<br />
1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas<br />
2. Suatu teknik intelektual<br />
3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis<br />
4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi<br />
5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan<br />
6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri<br />
7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas<br />
komunikasi yang tinggi antar anggotanya<br />
8. Pengakuan sebagai profesi<br />
9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi<br />
10. Hubungan yang erat dengan profesi lain<br />
<br />
3. Guru Sebagai Profesi<br />
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenafa profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bhwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai ‘pengajar’ yang melakukan transfer of knowledge tetapi juga sebagai ‘pendidik’ yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai ‘pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks didalam proses belajar mengajar dalam uasahanya untuk mengantar anak didik ketaraf yang dicita-citakan. Guru menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan nasional. Utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal. Guru profesional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis, dan berakhlak. Guru profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak seperti membalik telapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan guru.<br />
Menurut Disentein dan Levine (1981), Pendidik itu, yaitu :<br />
1. Tidak berganti-ganti pekerjaan<br />
2. Tidak semua orang dapat melakukannya<br />
3. Mengggunakan hasil penelitian dan aplikasi<br />
4. Mempunyai komitmen terhadap jabatan<br />
5. Mempunyai asosiasi profesi<br />
6. Mempunyai kode etik<br />
7. Dipercaya public<br />
8. Mempunyai status sosial ekonomi tinggi<br />
<br />
Syarat-Syarat Profesi Keguruan adalah :<br />
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual<br />
2. Jabatan yang menggeluti ilmu khusus<br />
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang laman<br />
4. Jabatan yang memerlukan latihan<br />
5. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen<br />
6. Jabatan yang menentukan standarnya sendiri<br />
7. Jabatan yang mementingkan layanan<br />
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat<br />
<br />
Perkembangan Profesi Keguruan ada 3, yaitu :<br />
1. Guru diangkat tanpa mempunyai pendidikan keguruan<br />
2. Guru diangkat dari sekolah guru<br />
3. Tahun 1985 pengangkatan guru dibagi 5 macam<br />
<br />
Kode Etik merupakan norma – norma yang harus ditaati. Penetapan Kode Etik ditentukan oleh Pemerintah.<br />
Kode Etik Profesi Keguruan :<br />
• Menurut UU No. 8 Tahun 1974 Pasal 28<br />
• Menurut Pidato Pembukaan Kongres PGRI VIII<br />
Tujuan Kode Etik, yaitu :<br />
1. Meningkatkan harga diri suatu organisasi profesi<br />
2. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi<br />
3. Kesejahteraan para anggota<br />
4. Menjaga dan memelihara<br />
5. Menjunjungi tinggi martabat profesi<br />
Organisasi Profesional Guru, meliputi :<br />
a. PGRI<br />
b. MGMP<br />
<br />
Sikap Profesional Keguruan, yaitu :<br />
a. Terhadap peraturan Perundang-undangan<br />
b. Terhadap organisasi profesi<br />
c. Terhadap teman sejawat<br />
d. Terhadap anak didik<br />
e. Terhadap tempat kerja<br />
f. Terhadap pemimpin<br />
g. Terhadap pekerjaan<br />
Pengembangan sikap profesional dibagi 2, yaitu :<br />
1. Pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan<br />
2. Pengembangan sikap selama jabatanlia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-62702284611279545892010-05-15T05:58:00.001-07:002010-05-28T23:10:03.157-07:00UU GURU DAN DOSENUU GURU DAN DOSEN<br />
<br />
Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :<br />
a. Sistem pendidikan yang efektif, efisien.<br />
b. Pendidikan Nasional yang merata dan bermutu.<br />
c. Peran serta masyarakat dalam pendidikan.<br />
d. Dll<br />
Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasinya adalah<br />
a. Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan.<br />
b. Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.<br />
c. Rendahnya mutu pendidikan.<br />
<br />
UU GURU DAN DOSEN<br />
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta.<br />
Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.<br />
Sekilas UU Guru dan Dosen : UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :<br />
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.<br />
b. Hak dan kewajiban.<br />
c. Pembinaan dan pengembangan.<br />
d. Penghargaan,<br />
e. Perlindungan<br />
f. Organisasi profesi dan kode etik.<br />
Enam indikator diatas belum diatur secara rinci, sehingga sangat sulit untuk mengharapkan profesionalitas guru-guru di Indonesia.<br />
Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan, hal-hal tersebut adalah :<br />
a. Standardisasi.<br />
- Standardisasi penyelenggaraan pendidikan.<br />
- Standardisasi kompetensi guru.<br />
b. Kesejahteraan atau Tunjangan.<br />
11 item Hak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :<br />
1. Tunjangan profesi.<br />
2. Tunjangan Fungsional.<br />
3. Tunjangan Khusus.<br />
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :<br />
1. Tunjangan pendidikan.<br />
2. Asuransi pendidikan.<br />
3. Beasiswa.<br />
4. Penghargaan bagi guru.<br />
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.<br />
6. Pelayangan kesehatan.<br />
7. Bentuk kesejahteraan lain.<br />
c. Organisasi profesi dan dewan kehormatan.<br />
d. Perlindungan.<br />
Setiap guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan untuk guru meliputi :<br />
1. Perlindungan hukum.<br />
2. Perlindungan profesi.<br />
3. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-39018762609854593982010-05-15T05:57:00.000-07:002010-05-28T23:10:29.104-07:00UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONALUNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL<br />
<br />
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan disegala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.<br />
DEMOKRATISASI DAN DESENTRALISASI (OTONOMI DAERAH)<br />
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis.<br />
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan , nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.<br />
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, merupakan paradigma baru pendidikan, untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal. Hak ini bukan saja berkaitan dengan kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j), melainkan lebih memperjelas spesialisasi peserta didik, untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan terdekatnya, dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut.<br />
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat tercipta secara otomatis. Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3). Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-tenaga terdidik, juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan kaliber dunia di Indonesia.<br />
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, maka pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2). Dalam hal ini termasuk memfasilitasi dan/atau menyediakan pendidik dan/atau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik dan/atau guru untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a dan b). Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah, yang pengangkatan, penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)). Selain itu pemerintah (pusat) atau pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1), sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada rakyat, sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah.<br />
PERAN SERTA MASYARAKAT<br />
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25). Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah (pasal 56 ayat 3).<br />
TANTANGAN GLOBALISASI<br />
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia, maka sebagaimana dijelaskan di muka, harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik oleh pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3). Untuk itu perlu dibentuk suatu badan hukum pendidikan, sehingga semua penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan formal, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat, harus berbentuk badan hukum pendidikan (pasal 53 ayat 1). Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2). Badan hukum pendidikan yang akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu, harus berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3).<br />
Dalam menghadapi globalisasi, maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi, yang diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3). Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi, maka pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas, sebagai paradigma baru pendidikan. Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2).<br />
KESETARAAN DAN KESEIMBANGAN<br />
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah konsep kesetaraan, antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan “plat merah” atau “plat kuning”; semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem yang terpadu. Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama yang memiliki ciri khas tertentu. Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama (madrasah, dst.). Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2).<br />
JALUR PENDIDIKAN<br />
Perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur : sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur: formal, nonformal, dan informal – (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam Sisdiknas. Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga telah diberlakukan, namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, dan ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (pasal 14), dengan jenis pendidikan: umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus (pasal 15). Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16).<br />
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />
Jalur PendidikanJalur pendidikan terdiri atas:<br />
1. pendidikan formal,<br />
2. nonformal, dan<br />
3. informal.<br />
<br />
Jalur Pendidikan Formal.<br />
Jenjang pendidikan formal terdiri atas:<br />
1. pendidikan dasar,<br />
2. pendidikan menengah,<br />
3. dan pendidikan tinggi.<br />
<br />
Jenis pendidikan mencakup:<br />
1. pendidikan umum,<br />
2. kejuruan,<br />
3. akademik,<br />
4. profesi,<br />
5. vokasi,<br />
6. keagamaan, dan<br />
7. khusus.<br />
<br />
Pendidikan Dasar<br />
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.<br />
Pendidikan dasar berbentuk:<br />
1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.<br />
2. Pendidikan Menengah<br />
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas:<br />
1. pendidikan menengah umum, dan<br />
2. pendidikan menengah kejuruan.<br />
Pendidikan menengah berbentuk:<br />
1. Sekolah Menengah Atas (SMA),<br />
2. Madrasah Aliyah (MA),<br />
3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan<br />
4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.<br />
<br />
Pendidikan Tinggi<br />
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengahyang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk:<br />
1. akademi,<br />
2. politeknik,<br />
3. sekolah tinggi,<br />
4. institut, atau<br />
5. universitas.<br />
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.<br />
<br />
Pendidikan Nonformal<br />
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.<br />
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi:<br />
1. pendidikan kecakapan hidup,<br />
2. pendidikan anak usia dini,<br />
3. pendidikan kepemudaan,<br />
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,<br />
5. pendidikan keaksaraan,<br />
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,<br />
7. pendidikan kesetaraan, serta<br />
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.<br />
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:<br />
1. lembaga kursus,<br />
2. lembaga pelatihan,<br />
3. kelompok belajar,<br />
4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan<br />
5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.<br />
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.<br />
<br />
Pendidikan Informal<br />
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.<br />
<br />
Pendidikan Anak Usia Dini<br />
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.<br />
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:<br />
1. Taman Kanak-kanak (TK),<br />
2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.<br />
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:<br />
1. Kelompok Bermain (KB),<br />
2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.<br />
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.<br />
<br />
Pendidikan Kedinasan<br />
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.<br />
<br />
Pendidikan Keagamaan<br />
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br />
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk:<br />
1. pendidikan diniyah,<br />
2. pesantren,<br />
3. pasraman,<br />
4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.<br />
<br />
Pendidikan Jarak Jauh<br />
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.<br />
<br />
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus<br />
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
<br />
Sumber:<br />
http://erik12127.wordpress.com/2008/05/10/paradigma-baru-pendidikan-nasional-dalam-undang-undang-sisdiknas-nomor-20-tahun-2003/<br />
http://intl.feedfury.com/content/16330924-sistem-pendidikan-nasional.htmllia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-38625911631056331172010-03-21T01:02:00.001-07:002010-03-21T01:02:40.936-07:00Hai YG'ers Apakah anda punya kebiasaan minum teh hangat, es teh, frut tea atau teh sosro dan semacamnya setelah makan? Kalau anda punya kebiasaan seperti itu cobalah tinggalkan kebiasaan buruk tersebut karena tidak baik untuk kesehatan. Menurut para ahli kedokteran kebiasaan minum teh sebelum atau sesudah makan akan menghambat penyerapan Zat besi dalam tubuh. Padahal zat besi dalam tubuh sangat dibutuhkan.<br />
<br />
Menurut Prof Dr Soetaryo (dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Kedokteran UGM): Teh Menghambat Penyerapan Zat Besi dalam Tubuh Bagi para pecandu teh , disarankan untuk tidak meminumnya setelah makan. Pasalnya, minum teh setelah makan dapat menyebabkan hambatan penyerapan zat besi dalam tubuh hingga 80 %. Padahal, zat besi sangat dibutuhkan dalam upaya pertumbuhan kualitas tubuh manusia. “Seharusnya kebiasaan minum teh sesudah makan dihilangkan. Minumlah teh dua jam sesudah dan sebelum makan,” persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia.<br />
<br />
Bahkan, kekurangan zat besi telah ikut menjadi andil besar rendahnya kualitas sumber daya manusia Indoensia.”Bahkan anemia defisiensi besi (ADEBE), merupakan salah satu bencana nasional yang tidak pernah kita rasakan,” Data yang ada sekarang ini menunjukkan ADEBE pada ibu hamil antara 21-92 persen. Sedangkan pada anak umur 6 bulan-5 tahun dengan kondisi gizi baik mencapai 38-73 persen dan pada kondisi gizi buruk mencapai 85-100 %. Buruknya zat besi dalam tubuh manusia Indonesia inilah yang menjadi salah satu penyebab indeks kualtias hidup manusia Indonesia menurut UNDP berada pada urutan 111 dari 177 negara di dunia.<br />
<br />
Zat besi menjadi sangat penting dalam kualitas manusia karena setiap pertumbuhan sel manusia membutuhkan keberadaan zat besi ini. Zat besi digunakan sebagai profilerasi dan diferensi sel, termasuk sel syaraf, otot, tulang dan organ lain. “Defisiensi besi meskipun belum muncul sebagai anemia juga akan mengganggu perkembangan fungsi kognitif,” Kekurangan zat besi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Dan salah satu ciri anak yang mengalami kekurangan zat besi ini antara anak akan menjadikan anak merasa cemas, depresi, gangguan perhatian. Dan pada akhirnya akan mengganggu prestasi sekolah mereka.<br />
<br />
Apa sih sebenarnya fungsi zat besi di dalam tubuh? Sehingga begitu pentingya dalam kesehatan tubuh. Spesialis gizi klinik, dokter Samuel Oentoro MS SpGK, menjelaskan, zat besi berfungsi untuk untuk membentuk sel darah merah. Sementara sel darah merah bertugas mengangkut oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh, serta membantu proses metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi. Nah, jika asupan zat besi ke dalam tubuh kurang, dengan sendirinya sel darah merah juga akan berkurang. Tubuh pun akan kekurangan oksigen. Akibatnya, timbullah gejala-gejala anemia yakni 5 L (letih, lemah, lesu, lelah, dan lunglai), daya ingat dan daya konsentrasi menurun. Gejala lain adalah munculnya warna pucat pada bagian kelopak mata bawah.<br />
<br />
Selain itu, lanjut Samuel, perbanyak konsumsi makanan yang kaya zat besi, seperti daging merah, hati, keju, ikan, sayuran berwarna hijau tua, dan kacang-kacangan. Dokter yang bertugas di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta ini juga menyarankan untuk memperbanyak asupan asam folat dan vitamin B-12. Hati dan sayuran hijau tua adalah contoh bahan makanan yang sarat asam folat. Sedangkan vitamin B-12 banyak terkandung pada ikan, daging, susu, dan keju.lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-76127856218210635152010-03-21T00:53:00.001-07:002010-03-21T00:53:18.472-07:00Di Balik Minuman Isotonik<br />
Minggu, 29 Juni 2008 | 01:09 WIB<br />
<br />
Minuman isotonik semakin gencar menyerbu pasaran.<br />
<br />
Melalui iklan, produk ini dicitrakan mampu mengganti cairan tubuh yang<br />
hilang dalam<br />
waktu singkat.<br />
Di balik kesan kesegarannya, minuman isotonik dapat berbahaya apabila<br />
dikonsumsi sembarangan.<br />
<br />
Sebuah iklan minuman isotonik di televisi mengatakan, ion di dalam<br />
isotonik mampu menjaga kelembapan kulit<br />
<br />
dan tubuh lebih baik daripada air biasa.<br />
Iklan lain menyebutkan, kehilangan dua persen cairan tubuh akan<br />
menurunkan stamina dan konsentrasi.<br />
Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian<br />
Bogor ,<br />
<br />
Fransiska Rungkat Zakaria, mengatakan, iklan produk isotonik sebagian<br />
menyesatkan masyarakat.<br />
Di iklan, seolah-olah isotonik bisa diminum siapa saja dan dalam kondisi<br />
apa saja.<br />
<br />
Padahal, Fransiska mengingatkan, isotonik tidak bisa dikonsumsi<br />
sembarangan karena minuman ini mengandung garam natrium<br />
(NaCl).<br />
<br />
" Coba perhatikan labelnya, pasti ada kandungan Na dan Cl nya," tutur<br />
Fransiska.<br />
Ia menambahkan, minuman isotonik itu tidak lain adalah larutan garam.<br />
Oleh produsennya, larutan itu kemudian diberi tambahan zat lain, seperti<br />
vitamin.<br />
Ion yang disebut-sebut sangat bermanfaat bagi tubuh sebenarnya juga<br />
tidak hanya terkandung pada isotonik.<br />
<br />
Setiap garam yang dilarutkan dalam air, kata Fransiska, pasti akan<br />
berubah menjadi ion Na dan ion Cl.<br />
<br />
" Jadi, ion yang terkandung dalam sayur lodeh dengan ion dalam isotonik<br />
itu sama saja," tutur Fransiska.<br />
Karena berisi garam, isotonik tidak boleh diminum sembarangan.<br />
Apabila berlebihan, kadar garam dalam tubuh akan menyebabkan tekanan<br />
darah tinggi atau hipertensi.<br />
" Bila sudah kena hipertensi, tinggal menunggu saja bagian tubuh mana<br />
yang jebol duluan," kata Fransiska.<br />
<br />
Dari makanan<br />
Apabila tubuh kita berkeringat, natrium dan klorida yang terkandung<br />
dalam cairan tubuh ikut keluar melalui pori-pori kulit.<br />
Jika kedua zat itu tidak digantikan, sel-sel tubuh kita lama-lama akan<br />
rusak dan mati.<br />
Persoalannya, dari manakah zat natrium dan klorida itu diperoleh ?<br />
Apakah harus dari minuman isotonik ?<br />
Jawabannya, tidak.<br />
<br />
Menurut Fransiska, makanan yang kita konsumsi sehari-hari sudah cukup<br />
untuk menggantikan natrium dan klorida yang keluar bersama keringat.<br />
<br />
" Setiap kali masak, kita selalu menggunakan garam. Itu sudah cukup<br />
untuk mengganti garam yang keluar dari tubuh.<br />
Bahkan berlebih," papar Fransiska.<br />
Ia mengingatkan, dalam kondisi normal, tubuh orang dewasa hanya<br />
memerlukan 2,3 gram natrium per hari,<br />
sedangkan klorida hanya 50-100 mg.<br />
<br />
Pada anak-anak, kebutuhan dua zat itu lebih sedikit dibandingkan dengan<br />
orang dewasa.<br />
<br />
Apabila kita memasak tanpa garam, kebutuhan natrium dan klorida juga<br />
sudah bisa dipenuhi dari bahan makanan..<br />
Ia mencontohkan, 1 ons daging merah mengandung 70 mg natrium, sementara<br />
setiap 10 ons nasi mengandung<br />
10 mg natrium.<br />
Bahan makanan lain, seperti telur, daging ayam, kacang-kacangan, buah,<br />
dan sayur, juga mengandung natrium.<br />
<br />
" Karena itu, pada kondisi normal, kita tidak perlu lagi mengganti<br />
cairan tubuh dengan isotonik," kata Fransiska.<br />
Fransiska mengingatkan, isotonik lebih cocok dikonsumsi atlet yang<br />
menggeluti olahraga berat.<br />
<br />
Pada atlet olahraga berat, kebutuhan sodium memang lebih tinggi dari<br />
orang biasa, yaitu 5-7 gram per hari.<br />
Meski begitu, sebaiknya dihitung lebih dulu apakah natrium dan klorida<br />
yang dibutuhkan atlet bersangkutan sudah cukup didapat dari makanan yang<br />
dikonsumsi. Bila masih kurang, boleh saja ditambah dengan isotonik.<br />
<br />
Di negara maju, kata Fransiska, ada lembaga yang meneliti dan menghitung<br />
berapa jumlah natrium pada makanan yang dikonsumsi atlet.<br />
Hasilnya, menu makanan yang dihidangkan tiga kali sehari itu sudah<br />
mengandung 6 gram natrium.<br />
Mengecoh<br />
Meski isotonik tidak boleh dikonsumsi sembarangan, beberapa iklan produk<br />
isotonik justru memakai model orang biasa (bukan atlet) sebagai<br />
konsumen isotonik. Minuman isotonik itu juga ditenggak pada kondisi<br />
biasa saja, seperti terjebak macet yang tidak selalu identik dengan<br />
keluarnya ion-ion tubuh secara berlebihan.<br />
<br />
Bahkan disebutkan, tanpa menyebut kondisinya, isotonik lebih baik dari<br />
air biasa.<br />
Menurut Fransiska, iklan semacam itu sangat menyesatkan masyarakat.<br />
Produsen boleh saja menarik pembeli dengan iklan yang kreatif, tetapi<br />
dalam iklan juga harus dicantumkan informasi yang jelas,<br />
<br />
bukan informasi menyesatkan.<br />
Produsen seharusnya juga mencantumkan peringatan minuman itu mengandung<br />
garam.<br />
Agar konsumen bisa mengambil keputusan terbaik, harus disebutkan pula<br />
berapa jumlah garam yang dibutuhkan manusia per harinya.<br />
" Memang produsen akan ribut. Kalau label itu diberlakukan, produk<br />
mereka tidak akan laku.<br />
<br />
Meski demikian, jangan karena kepentingan ekonomi, kesehatan masyarakat<br />
dipertaruhkan, " kata Fransiska.<br />
<br />
Jadi, meski kelihatannya menyegarkan, hati-hati bila ingin mengonsumsi<br />
isotonik.<br />
<br />
<br />
sumber : dari milislia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-88715959101756642142010-03-21T00:29:00.000-07:002010-03-21T00:29:09.380-07:00PROPENRESUME KULIAH PROFESI KEPENDIDIKAN<br />
TREND MASA KINI DAN KE MASA DEPAN<br />
1. Kompetitif <br />
Disebabkan oleh adanya kesenjangan antara supply dan demand. Untuk memenangkan kompetitif perlu adanya :<br />
• usaha<br />
• kemampuan <br />
• strategi<br />
• etika<br />
2. Transparan<br />
3.Spesialis → ahli di bidangnya<br />
4. Profesional<br />
Memberikan kepuasan<br />
Menghabiskan sebagian besar waktunya untuk pekerjaan<br />
Mengembangkan kemampuan sendiri<br />
Menghasilkan penghasilan<br />
5. Dinamis<br />
Inventing (menemukan hal baru) → breaking rules<br />
Experimenting → making mistakes<br />
Growing → taking risks<br />
6. Adaptif<br />
Tuntutan terhadap “Kompetensi SDM“<br />
1. Pengetahuan atau wawasan global<br />
Konseptual yang integratif dan aplikatif<br />
Orientasi pada solusi, inovasi, dan kreativitas<br />
Nilai-nilai universal (lintas budaya)<br />
2. Keterampilan global<br />
Komunikasi multibudaya<br />
Pemanfaatan teknik informasi<br />
Pengembangan intelektual, emotional, dan adversity skill<br />
3. Sikap atau perilaku<br />
Fleksibel dan dinamis<br />
Inisiatif dan proaktif<br />
Inovatif dan kreatif<br />
Mandiri/survive<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
KONSEP DASAR PROFESI KEPENDIDIKAN<br />
<br />
1. Profesional <br />
Dapat mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik dan dapat memuaskan orang lain<br />
Melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok dan bukan sekedar mengisi waktu luang<br />
2. Profesi, merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh pelaku atas dasar suatu janji publik dan sumpah bahwa mereka akan mengerjakan tugas sebagaimana mestinya.<br />
3. Profesionalisme, merupakan sikap dari seorang profesional, sebuah pandangan untuk selalu berpikir, bersikap, bekerja dengan sungguh-sungguh, kerja keras, sepenuh waktu, loyalitas tinggi, dan penuh dedikasi untuk menyelesaikan pekerjaan.<br />
4. Profesor, merupakan pangka akademik dari dan bagi seorang dosen yang telah memiliki cum 900-1000, untuk suatu bidang.<br />
5. Ciri profesi<br />
Melaksanakan pekerjaan full time<br />
Didasarkan panggilan hidup, terikat norma dan aturan<br />
Memiliki derajat otonomi tinggi<br />
Melakukan pengembangan diri secara terus menerus<br />
Memiliki kode etik<br />
6. Jabatan profesi<br />
Melibatkan kegiatan intelektual<br />
Menekuni suatu ilmu tertentu<br />
Didahului persiapan yang lama (melalui pendidikan formal)<br />
Memerlukan pelatihan jabatan<br />
Menjanjikan karir permanen bagi pemegangnya<br />
Memiliki standar baku tersendiri<br />
Mementingkan layanan pada masyarakat<br />
Memiliki organisasi profesi<br />
7. Tenaga Kependidikan<br />
Anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan<br />
Bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan<br />
8. Kode etik profesi, bertujuan untuk :<br />
Menjunjung tinggi martabat profesi<br />
Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota<br />
9. Sasaran sikap profesional<br />
Peraturan perundang-undangan<br />
Organisasi profesi<br />
Teman sejawat<br />
Anak didik<br />
Tempat kerja<br />
Pemimpin<br />
pekerjaan<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
MANAJEMEN MUTU BERBASIS SEKOLAH<br />
<br />
1. Latar belakang<br />
Pendidikan menghadapi masyarakat yang berubah<br />
Perubahan sosial politik dan aspirasi masyarakat<br />
Perubahan pemerintahan<br />
UU Sisdikna<br />
2. Pengertian<br />
Bentuk otonomi manajemen pendidikan, kewenangan ada pada kepala sekolah/madrasah dan uru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan<br />
3. Tujuan<br />
Mencapai mutu dan relevansi dengan tolok ukur pada hasil (output dan outcome)<br />
Menjamin keadilan layanan pendidikan bai setiap ana<br />
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi<br />
Meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen stake-holders<br />
4. Elemen-elemen pokok<br />
Pemberian kewenangan kepada kepala sekolah/madrasah untuk mengambilkeputusan mengenai pengelolaan pendidikan di sekolah/madrasah yang bersangkutan<br />
Penerima kewenangan bukan kepala sekolah/madrasah seorang diri, melainkan secara kolekif<br />
Pengambilan keputusan dan kepemimpinan bersifat partisipatif dan demokratis<br />
Pemberian kewenangan harus disertai sumber daya pendidikan<br />
Ada parameter<br />
Ada akuntabilitas kepada berbagai pihak<br />
5. Konsep mutu<br />
Absolut<br />
Standar<br />
Kepuasan pelanggan/pengguna jasa pendidikan<br />
6. Elemen penting MMT sebagai bagian dari strategi MMBS/M<br />
Konsep mutu<br />
Peningkatan mutu secara berkelanjutan<br />
Kepuasan pengguna jasa pendidikan<br />
Ada visi, misi, dan bench-mark<br />
Akuntabilitas kepada semua stake-holderlia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1576359414211763664.post-44994165177499711172010-02-07T04:43:00.000-08:002010-02-07T04:46:30.626-08:00blog....????aku gak tahu sama sekali tentang blog tapi karena dapat tugas dari dosen mau bagaimana lagi mau gak mau saya akhirnya membuat blog, tapi ternyata setelah tahu mengasikkan juga punya blog bisa saya gunakan untuk mencurahkan isi hati, makasih bapak dosen....<br />:)lia trianihttp://www.blogger.com/profile/14572567310658020647noreply@blogger.com0